MUI Sorot Trasi Pembangunan Gedung di Lingkungan Pesantren
- Freepik
Jakarta, Viva Bogor – Pelaksanaan pembangunan pesantren harus melibatkan para ahli konstruksi. Itu demi minimalisir risiko.
“Ketika membangun, kemudian konsultasi dengan orang-orang ahlinya itu pasti. Karena ketika kita sudah mempunyai rencana mau membangun, ya, tanyakan kepada ahlinya,” kata Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kiai Marsudi Syuhud.
Tragedi ambruknya bangunan, lanjutnya, tidak hanya terjadi di pesantren, tetapi bisa juga menimpa rumah, jembatan, atau gedung tinggi. Sebab, pesantren tidak bisa dipukul rata sebagai pihak yang lalai.
“Ambruknya sebuah bangunan kan tidak hanya di pesantren Al Khoziny. Ada jembatan ambruk, ada rumah ambruk, ada bangunan tinggi ambruk, banyak. Enggak hanya di pesantren,” ungkapnya.
Baginya, kunci utamanya adalah ikhtiar dengan melibatkan tenaga profesional. “Ikat dulu untanya, baru tawakal. Artinya apa? Hitung segala risikonya dulu. Siapa yang bisa ngitung itu? Ya arsitek, orang yang tahu bangunan. Itu intinya,” tegasnya.
Tragedi ambruknya bangunan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur membuat kisah duka. Sebanyak 13 santri meninggal dunia. Lebih dari 100 orang lainnya jadi korban, baik luka maupun masih dalam proses evakuasi.
Ada sorotan publik di balik itu semua dimana mengarah pada tradisi pembangunan gedung di lingkungan pesantren. Namun, katanya, sejak dulu budaya santri membangun gedung di pesantren sudah jadi hal lumrah.