5 Request Orang Muda Demi Bumi Lebih Bersih
“Wajah kami terpampang jelas di dalam ruangan itu, namun suara kami tidak pernah didengar dan direalisasikan. Tanda tangan kami ada pada berkas, tapi suara dan cita-cita kami tidak pernah masuk di dalam berkas itu. Harapan kami ada di ruangan itu, tapi harapan itu tidak pernah menjadi nyata,” tuturnya.
Ia sebenarnya sempat minder, karena merasa masih minim pengalaman. Namun, ia menyadari, sekecil apa pun suara dan tindakan dia, tidak mengubah fakta bahwa tetap saja suaranya adalah suatu suara dan gerakan. Tidak dapat diabaikan begitu saja dan harus ikut dipertimbangkan.
“Suara yang besar dimulai dari yang kecil. Suara aku yang kecil ini tetap dibutuhkan untuk menyuarakan yang lebih kecil lagi di belakangku. Ada suara warga kota yang aku bawa. Dengan kesadaran itu, aku jadi lebih semangat dan yakin bahwa umur bukan patokan untuk menyuarakan sesuatu. So, I just do it,” tegasnya.
Ginanjar menilai, partisipasi orang muda yang bermakna berarti mempertimbangkan suara orang muda, dimulai dari penyusunan rencana, konsultasi, hingga evaluasi. Ia memaparkan, data survei menunjukkan bahwa partisipasi orang muda masih sebatas simbolis. Orang muda hanya menjadi penonton.
“Yang berbicara di panggung masih tetap generasi sebelumnya. Orang muda tidak mendapatkan porsi apa-apa, selain materi untuk post di media sosial. Memang ada perwakilan yang menjadi duta ini atau itu, tapi suaranya tetap tidak didengarkan,” katanya.
Terkait hal tersebut, Gispa menyoroti, keterlibatan orang muda memang harus benar-benar diupayakan. Tidak boleh lagi orang muda sekadar menunggu untuk dilibatkan.
“Kita harus mau jemput bola melibatkan diri dalam kegiatan berbau iklim. Sebab, kenyataannya, keterlibatan orang muda selama ini hanya sebentuk tokenism, hanya datang, duduk, dan lihat. Tidak mendapatkan yang lebih.”