Urgensi Menggunakan Akal Dalam Islam : Sebuah Pertanggungjawaban Besar

Urgensi Menggunakan Akal Dalam Islam : Sebuah Pertanggungjawaban Besar
Sumber :
  • Yuni Retnowati

Bogor, VIVA BogorAkal adalah anugerah dari Allah yang luar biasa. Di sinilah kita dibedakan dan ditinggikan atas makhluk Allah lainnya. Urgensi Akal dalam Islam sangat besar dan fundamental

Dorong Mahasiswa Jadi Pengusaha, HIPMI PT Kota Bogor Gelar Mentoring Bisnis di IBI Kesatuan

 

Dalam ajaran Islam, akal dipandang sebagai salah satu anugerah terbesar yang diberikan Allah kepada manusia. Ia berperan penting dalam memahami wahyu, membedakan antara yang benar dan salah, serta bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan. Berikut adalah penjelasan mendalam tentang urgensi akal dalam Islam

Armada Kemanusiaan Global Sumud Flotilla Tantang Blokade Israel, Gaza Harap Bantuan Segera Tiba

 

Kita pasti ingat kisah Nabi Ibrahim dalam mencari Tuhannya. Nabi Ibrahim juga menggunakan akalnya untuk memikirkan semesta. Beliau memastikan bahwa alam ini ada yang menciptakan dan Dialah Allah, Yang Maha Besar.

Ole Romeny Diragukan Tampil Lawan Arab Saudi, Mauro Zijlstra Siap Jadi Andalan Timnas

 

Banyak dari manusia yang sudah diberikan Allah akal namun tidak dipergunakan dengan baik. Sehingga manusia yang derajatnya lebih tinggi akhirnya sama dengan binatang, bahkan lebih sesat. “Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami, mereka memiliki mata, tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat, dan mereka memiliki telinga, tetapi tidak dipergunakannya untuk mendengar. Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’raf: 179)

 

Seandainya ayat ini hanya menyamakan manusia dengan hewan ternak, maka bisa saja disalahpahami sebagai ketidakadilan terhadap hewan ternak, karena memang hewan tidak diberi akal. Maka, Maha Suci Allah yang firman-Nya sangat indah dan sempurna: ayat tersebut justru menegaskan bahwa derajat manusia bisa lebih rendah daripada hewan jika mereka menonaktifkan akalnya.

 

Pada akhirnya, manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang sudah Allah anugerahkan pada mereka yaitu akal. Orang-orang yang tidak menggunakan akalnya akhirnya menyesalinya di akhirat kelak. "Dan mereka berkata: ‘Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu), niscaya kami tidak termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala.’ Maka mereka mengakui dosa mereka…” (QS. Al-Mulk [67]: 10–11).

 

Apakah seruan Al-Qur’an ini sudah dipahami? Bukankah ini merupakan seruan yang sangat jelas agar umat manusia menggunakan potensi akalnya? Berpikir adalah suatu kewajiban dalam Islam. Akal adalah sarana untuk memahami dan mengamalkan ajaran agama, serta untuk memperoleh pengetahuan dan hikmah.

    وَلَـٰكِنَّ أَكْثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ…

"Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” 

Setidaknya, frasa serupa dengan potongan tersebut diulang lebih dari 11 kali dalam Al-Qur’an, salah satunya dalam QS. Al-A’raf: 187.

 

Al Quran menganjurkan kepada ummatnya agar tidak mudah mengikuti sesuatu yang mereka tidak hasilkan dari ikhtiar berpikir sungguh-sungguh. “Janganlah engkau mengikuti sesuatu yang tidak engkau ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS. Al-Isra` [17]: 36)

 

Urgensi akal dalam Islam sangat tinggi. Islam bukan agama yang anti-rasional, tetapi justru sangat mendorong penggunaan akal secara aktif dan bertanggung jawab. Namun, akal tetap harus berjalan beriringan dengan wahyu agar tidak menyimpang.