Istiqamah Itu Berat, Kisah DN Aidit Membuktikan Hidayah Allah Sangat Mahal
- Istimewa : Press release
Di ibu kota, Aidit melanjutkan sekolah dagang. Di sanalah pergaulannya mulai bergeser. Buku-buku Marxisme-Leninisme menggantikan kitab-kitab kuning yang dulu ia pelajari. Diskusi aktivis komunis menggantikan halaqah pengajian. Nama “Ahmad” ia buang. Ia memilih menyebut dirinya Dipa Nusantara Aidit, nama yang terdengar modern dan revolusioner.
Kecerdasannya membawanya cepat menanjak dalam hierarki PKI. Ia bolak-balik ke Beijing dan Moskow, menyerap ideologi langsung dari pusatnya. “Aidit lebih condong ke Mao Zedong. Ia mengagumi strategi revolusi RRC,” tulis sejarawan Asvi Warman Adam dalam penelitiannya.
Puncak PKI dan G30S
Di era 1960-an, Aidit bukan sekadar politisi. Ia adalah simbol kebangkitan PKI. Ia duduk sejajar dengan tokoh besar nasional, bahkan dekat dengan Presiden Soekarno.
Namun, Soekarno yang mulai sakit membuat Aidit berpacu dengan waktu. Ia yakin jika Soekarno wafat, PKI akan kehilangan pelindung. Maka ia mendorong percepatan revolusi. Fitnah “Dewan Jenderal” ditiupkan, dan tragedi G30S pun meletus.
Namun Allah menjaga negeri ini. Kudeta itu gagal. PKI runtuh. Dan Aidit berubah status: dari penguasa podium menjadi buronan nomor satu.
Pelarian yang Tragis