Sengketa Tanah di Desa Cikuda Memanas, Warga Tuntut PT AKP Lunasi Pembayaran
BOGOR – Kasus sengketa tanah antara masyarakat Desa Cikuda dengan PT. Anugrah Kreasi Propertindo (AKP), pengembang Perumahan Anandaya, semakin memanas. Sejumlah warga mengaku hak atas tanah mereka belum dibayarkan lunas, bahkan ada dugaan pemalsuan dokumen pelepasan hak tanah.
Aktivis Plus Konten Kreator Ronald Aristone Sinaga yang lebih akrab disapa Bro Ron menyatakan pihaknya akan membantu warga untuk menuntut keadilan.
“Kami hanya meminta supaya hak warga diberikan sesuai yang dijanjikan. Ada yang dijanjikan sekian ratus ribu, tapi hanya diberikan setengah atau tiga perempatnya. Padahal surat-surat mereka sudah diserahkan. Itu akan kita bantu sengketakan,” ujarnya.
Menurutnya, masih banyak warga yang memegang akta tanah namun lahannya sudah digarap pihak PT. Kondisi ini membuat warga yang sebelumnya pasrah kini mulai berani menuntut haknya.
“Kali ini saya datang bukan untuk sidak. Dua minggu lalu mereka sudah datang ke kantor kami membawa data. Saya minta warga menyerahkan akta tanah agar bisa diamankan, sehingga nanti negosiasinya jelas antara PT dengan kami sebagai pemegang hak kuasa,” tambahnya.
Dugaan Pemalsuan Dokumen.
Kepala Desa Cikuda, Agus Sutisna, mengungkap adanya dugaan pemalsuan surat pelepasan hak tanah. Menurutnya, tanda tangan kepala desa dan camat dipalsukan oleh pihak tertentu.
“Untuk tindak lanjut ke depan, kami akan membuat laporan polisi ke Polres Bogor karena merasa dirugikan. Kami tidak ingin pemalsuan tanda tangan dan stempel desa ini terulang lagi,” tegas Agus.
Ia menegaskan, apa pun masalah internal PT AKP dengan pihak ketiga, masyarakat tidak mau tahu. Intinya, lahan warga harus dibayar lunas tanpa terkecuali.
Proyek Dihentikan Sementara.
Sengketa ini juga mendapat perhatian dari DPRD Kabupaten Bogor Komisi 1. Dalam rapat bersama warga, aparat desa, dan pihak terkait, disepakati bahwa pembangunan perumahan Anandaya harus dihentikan sementara.
“Kesimpulan rapat kemarin jelas: proyek dihentikan dulu. Pertama, karena tanah masyarakat belum dibayar lunas, dan kedua, perizinan perumahan belum lengkap,” terang Agus Sutisna.
Kades bersama kuasa pendamping hukum berencana membuat laporan polisi terhadap pihak PT, termasuk direktur perusahaan yang dianggap ikut serta menggunakan dokumen palsu, serta pihak ketiga yang diduga membuat Surat Pelepasan Hak (SPH) palsu. Dengan adanya langkah hukum ini, warga berharap sengketa bisa segera diselesaikan dan hak-hak masyarakat dipenuhi sepenuhnya.*