Penggarap Cijeruk Bogor Menangkan Sidang Banding Lawan PT BSS
“Berdasarkan bukti-bukti dan dan keterangan saksi-saksi sesuai dalam amar putusan, tanah garapan 12.000 m2 tersebut bukan masuk dalam SHGB PT BSS. Waktu penguasaan garapan Indra Surkana dan pendahulunya lebih dari 22 tahun, jauh sebelum PT BSS mendapatkan SHGB Nomor 6/Cijeruk tahun 1997,” jelasnya, Rabu (27/8/2025).
Poin putusan lainnya, lanjut jajang Purkon, PT Bandung memerintahkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bogor sebagai Turut Terbanding semula Turut Tergugat untuk menerbitkan Sertipikat Hak Milik (SHM) untuk dan atas nama Indra Surkana sebagai Pembanding semula Penggugat atas tanah a quo seluas 12.000 m2 tersebut.
“Sejak awal menerima SHGB Nomor 6/Cijeruk tahun 1997, PT BSS tidak pernah membuat atau melakukan pembangunan pariwisata terpadu. Pembangunan pariwisata terpadu baru akan dimulai rencananya oleh BSS pada tahun 2025 ini. Konsenkuensinya SHGB PT BSS tersebut menjadi batal demi hukum dan harus dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar Jajang Purkon.
Dipaparkannya, bahwa berdasarkan fakta persidangan PT BSS juga telah terbukti tidak pernah mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif lahan tersebut. Padahal berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 20 Tahun 2021 Tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar Pasal 7 ayat (3) menyatakan "Hak guna bangunan, hak pakai, dan hak pengelolaan, menjadi objek penertiban Tanah Telantar, jika dengan sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara terhitung mulai 2 (dua) tahun sejak diterbitkannya hak”.
Selain itu, berdasarkan Surat Laporan Hasil Proyek Pengaturan Penguasaan Tanah Negara No. 410 - 820 yang dibuat oleh BPN tanggal 19 Maret 1993 juga mengamanatkan telah ada hasil keputusan rapat antara panitia Landreform dengan PTP XI atas obyek tanah di lereng Gunung Salak yang diusulkan untuk diredistribusi ke masyarakat penggarap.
“Kami bersyukur perjuangan bertahun-tahun ini menemui keadilan. Alhamdulillah, upaya kriminalisasi juga gagal. Ini kemenangan besar bagi petani kecil. Selama puluhan tahun saya merawat tanah yang diwariskan dari generasi sebelumnya. Namun, tiga tahun terakhir hidup saya diwarnai ancaman penggusuran, somasi, hingga alat berat yang tiba-tiba masuk ke lahan garapan saya oleh PT BSS. Bersama ratusan penggarap lain, saya menghadapi tekanan dari PT BSS,” ungkap Indra Surkana.
Bercermin dari kasus tersebut, mantan Kepala Desa Cijeruk ini pun kembali mewanti-wanti para Kepala Desa di wilayah Kecamatan Cijeruk dan Cigombong agar berhati-hati jika menerbitkan Surat Keterangan Tidak Sengketa atas seluruh SHGB yang dimiliki PT BSS.