Bagaimana Islam Memandang Penjarahan dan Hukuman Bagi Pelaku?
- Commons Wikimedia/The Republic of Indonesia
Bogor – Islam memandang penjarahan sebagai tindakan melanggar hak sesama manusia, hingga bentuk perlawanan pada nilai-nilai dasar Islam. Baik dilakukan individu maupun massal, pada kondisi damai atau saat krisis.
Penjarahan adalah perbuatan haram yang harus dicegah dan diberi sanksi tegas. Umat Islam harus jaga hak orang lain, membantu sesama dalam kesulitan, dan tidak ambil keuntungan dari musibah atau kekacauan.
Islam sendiri menekankan pentingnya keamanan, keadilan, hingga penegakan hukum deni cegah berbagai tindakan anarkis seperti penjarahan.
Penjarahan atau gharah dalam bahasa Arab pada situasi modern kerap terjadi saat ada kekosongan kekuasaan, bencana alam, atau konflik sosial. Penjarahan itu perbuatan tercela dan dilarang keras.
Islam sendiri sangat menjunjung tinggi keadilan, hak milik, dan kedamaian. Aambil barang milik orang lain tanpa hak saat kondisi damai atau kekacauan adalah perbuatan zalim dan haram.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
"Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil."
(QS. Al-Baqarah: 188)
Segala bentuk pengambilan harta tanpa izin dan tanpa hak, seperti dijelaskan dalam Alquran, termasuk penjarahan, adalah perbuatan batil yang dilarang.
Lalu,penjarahan dan ghanimah atau harta rampasan perang itu tak sama. Ghanimah adalah harta rampasan perang yang diambil dari musuh pasca peperangan yang sah. Pengelolaannya diatur ketat oleh syariat. Harta ghanimah tidak boleh diambil secara pribadi, harus dikumpulkan dan dibagi sesuai ketentuan Allah:
"Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil."(QS. Al-Anfal: 41)
Penjarahan itu tindakan individual yang dilakukan tanpa hak dan tidak dalam konteks perang sah. Penjarahan biasanya menyasar warga sipil, tempat usaha, atau fasilitas umum. Inilah perbuatan kriminal menurut syariat Islam.
Penjarahan sendiri sama dengan sariqah (pencurian) atau hirabah (perampokan/terorisme) jika dilakukan dengan kekerasan dan mengancam nyawa. Hukuman bagi pelaku tergantung pada tingkat keparahannya:
1. Jika terjadi pencurian biasa: pelaku dikenai hukum potong tangan (hudud), dengan syarat-syarat tertentu seperti nilai barang, tempat penyimpanan, dll.
2. Jika termasuk hirabah (perampokan dengan kekerasan): pelaku dikenai hukuman berat, termasuk hukuman mati, salib, atau dipenjara, sebagaimana firman Allah:
"Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, ialah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara bersilang..."
(QS. Al-Ma’idah: 33)
Ayat ini termasuk tindakan perampokan bersenjata, penjarahan massal yang melibatkan kekerasan, dan tindakan teror pada masyarakat.
Islam memandang penjarahan sebagai pelanggaran individu dan kerusakan sosial (fasad fi al-ardh). Penjarahan menimbulkan ketakutan, merusak stabilitas, dan melemahkan kepercayaan antar masyarakat. Ini bertentangan dengan maqashid syariah (tujuan-tujuan utama syariat), seperti menjaga harta (hifzh al-mal), jiwa (hifzh al-nafs), hingga ketertiban masyarakat