Bagaimana Islam Berbicara Tentang Mental Illness?
- Yuni Retnowati
Bogor, VIVABogor – Mental illness (penyakit mental) mulai viral istilahnya akhir-akhir ini. Padahal penyakit mental sudah terjadi sejak jaman Nabi Adam. Ingatkah kita pada kisah Qobil dan Habil? Qabil melakukan pembunuhan pada Habil karena hasadnya yang membakar dirinya setelah kurbannya ditolak oleh Allah, sementara kurban Habil diterima. Hasad adalah salah satu penyakit mental. Apalagi kalau kita lihat banyak kasus di sekitar kita saat ini. Mental illness harus menjadi hal yang tidak boleh diremehkan dan mendapat perhatian masyarakat bersama pemerintah.
Dalam Islam, penyakit mental atau mental illness bukanlah hal yang tabu atau asing. Islam memandang manusia sebagai makhluk yang utuh, terdiri dari jasad (fisik), akal, dan ruhani. Maka dari itu, kesehatan mental dipandang sebagai bagian penting dari keseluruhan kesehatan manusia.
Berikut adalah beberapa pandangan Islam terkait penyakit mental:
1. Manusia Diuji dengan Beragam Cara
Allah SWT berfirman, “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 155). Mental illness bisa merupakan bentuk ujian dari Allah, sebagaimana penyakit fisik. Maka bukan berarti orang yang mengalaminya lemah iman atau jauh dari Allah.
2. Nabi pun Mengalami Kesedihan Mendalam
Nabi Muhammad ﷺ sendiri mengalami tahun kesedihan ("‘Aam al-Huzn") setelah wafatnya Khadijah dan Abu Thalib. Beliau juga pernah mengalami tekanan emosional yang berat ketika menghadapi penolakan, peperangan, dan pengkhianatan. Namun beliau tetap tegar dan menjadi contoh bagaimana seorang Muslim menghadapi beban mental dan emosional dengan kesabaran, doa, dan dukungan sosial.
3. Kesehatan Mental Diperhatikan dalam Syariah
Dalam maqashid al-syariah (tujuan-tujuan syariah), perlindungan akal (hifzh al-‘aql) adalah salah satu dari lima tujuan utama. Ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga kesehatan mental dalam Islam.
4. Tidak Berdosa Jika Gangguan Mental Mempengaruhi Akal
Rasulullah ﷺ bersabda, "Pena (catatan amal) diangkat dari tiga orang: orang yang tidur hingga bangun, anak kecil hingga baligh, dan orang gila hingga sembuh.”
(HR. Abu Dawud, no. 4403). Orang yang terkena gangguan mental berat (seperti skizofrenia parah atau psikosis) dan kehilangan kesadaran atau akalnya, tidak dibebani syariat sebagaimana orang normal.
5. Disarankan Mencari Pengobatan
Rasulullah ﷺ bersabda, “Setiap penyakit ada obatnya. Jika obatnya cocok, maka akan sembuh dengan izin Allah.”(HR. Muslim). Ini termasuk penyakit mental, yang juga dapat diobati dengan psikoterapi, obat-obatan, dan dukungan sosial. Islam tidak melarang bantuan profesional, selama tidak bertentangan dengan akidah.
6. Pentingnya Dukungan Sosial dan Spiritualitas
Islam sangat menganjurkan saling tolong menolong dalam kebaikan. Jika ada gejala mental illness pada seseorang yang kita kenal kita bisa saling menasihati dan mendukung, mendoakan sesama, menjaga hubungan sosial yang baik, memperkuat spiritualitas melalui salat, dzikir, dan doa. Semua ini sangat bermanfaat untuk kesehatan mental.
Penyakit mental bukan aib dalam Islam. Ia bisa menjadi ujian, seperti penyakit fisik lainnya, dan harus ditangani dengan kasih sayang, pengertian, dan pendekatan medis serta spiritual yang seimbang. Islam mendorong umatnya untuk tidak menghakimi penderita gangguan mental dan disarankan mencari pertolongan/pengobatan juga memberikan dukungan sosial dan spiritual.