Prilly Latuconsina Tolak Jabatan, Pahami Hukumnya Menurut Islam
- Freepik
Bogor –Saat seseorang menolak tawaran jabatan jadi pejabat merupakan keputusan pribadi yang sarat pertimbangan. Beberapa orang menganggap, menolak bukanlah kelemahan, tetapi bentuk keberanian setia pada prinsip, menjaga integritas, dan memilih jalan pengabdian lain yang lebih tepat.
Akhirnya, kontribusi kepada bangsa bisa hadir dalam berbagai bentuk, tidak selalu melalui jabatan formal. Pasalnya, dengan jadi pejabat kerap dilihat sebagai posisi terhormat dan bergengsi.
Jabatan publik semacam kekuasaan, kesempatan berkontribusi langsung pada masyarakat, dan fasilitas tertentu yang menyertainya.
Banyak juga orang yang justru memilih menolak tawaran jabatan menjadi pejabat. Keputusan ini bisa menimbulkan pertanyaan soal seseorang melepas kesempatan yang dianggap langka?
Sementara, baru-baru ini, aktris Prilly Latuconsina mengaku membuat pengakuan terkait tawaran posisi politik bergengsi. Sebelumnya mengaku pernah dihubungi untuk menjadi calon Wakil Gubernur, kini Prilly menghadapi spekulasi baru mengenai kemungkinan dirinya menduduki jabatan Menteri atau Wakil Menteri Pendidikan.
Masyarakat penasaran, apakah bintang film dan sinetron ini benar-benar menolak peluang emas itu atau ada alasan lebih dalam yang melatarbelakangi keputusannya.
Menurut pandangan Islam, ada beberapa alasan sseorang mnolak tawaran jabatan atau posisi pimpinan.
1. Fokus di Bidang Lain
Bisa saja orang yang ditawari jabatan merasa kontribusinya lebih maksimal jika tetap berada di luar pemerintahan. Seperti di dunia pendidikan, bisnis, sosial, atau organisasi masyarakat. Menolak jabatan tidak berarti menghindari tanggungjawab, melainkan memilih jalur pengabdian yang lain.
2. Menghargai Pilihan Individu
Masyarakat biasanya menilai negatif orang yang menolak tawaran menjadi pejabat, dianggap tidak mau berjuang atau lari dari tanggung jawab. PPadahal, menghargai pilihan individu itu bagian dari berdemokrasi. Tidak semua bentuk pengabdian harus diwujudkan melalui kursi kekuasaan.
3. Integritas dan Idealime
Tidak semua orang siap terikat dinamika politik dan birokrasi. Sebagian individu menilai bahwa jabatan justru bisa membatasi kebebasan mereka dalam menyuarakan kebenaran. Dengan menolak jabatan, mereka dapat tetap konsisten dengan nilai, prinsip, dan idealisme pribadi.
4. Kesiapan Mental dan Beban Tanggungjawab
Menjadi pejabat bukan hanya tentang status, melainkan juga beban moral yang besar. Tidak semua orang siap mengemban amanah ribuan bahkan jutaan masyarakat. Menolak tawaran bisa menjadi bentuk kesadaran diri bahwa tanggung jawab tersebut lebih baik dipegang orang lain yang lebih siap.
5. Menghindari Konflik Kepentingan
Bagi sebagian orang, menerima jabatan bisa berpotensi menimbulkan benturan kepentingan dengan aktivitas profesional yang sedang dijalani. Dengan menolak, mereka menjaga netralitas dan profesionalisme.
6. Menolak Bukan Abai
Keputusan menolak jabatan tidak otomatis sikap antipati terhadap negara atau masyarakat. Penolakan bisa menjadi tanda kedewasaan dalam mengambil keputusan. Seseorang berhak menilai apakah jabatan tersebut sesuai dengan kapasitas, integritas, serta panggilan hidupnya