Warga Purasari Kecewa Tak Pernah Nikmati CSR Star Energy, Ketua Komisi III DPRD Bogor Desak Pemerintah Tinjau Ulang Regu
Bogor, VIVA Bogor — Harapan warga Desa Purasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, untuk turut merasakan manfaat dari keberadaan perusahaan energi panas bumi Star Energy Geothermal Salak (SEGS) semakin memudar.
Meski jaraknya hanya sekitar dua kilometer dari area operasi perusahaan, warga mengaku belum pernah menerima bantuan Corporate Social Responsibility (CSR) maupun Bonus Produksi (BP) dari pihak SEGS.
Kepala Desa Purasari, Agus Soleh Lukman, mengungkapkan kekecewaannya dalam kegiatan Edukasi Panas Bumi yang digelar SEGS di Kantor Induk PTPN VIII Cianten, Selasa, 30 September 2025.
“Secara geografis, Cianten di Desa Purasari berdekatan langsung dengan Desa Purwabakti. Kami berharap ada keadilan agar warga juga bisa merasakan manfaat melalui CSR atau bonus produksi,” tegas Agus.
Agus bahkan secara terbuka menyatakan, jika hak desanya terus diabaikan, pihaknya akan meminta SEGS untuk memindahkan asetnya dari wilayah Desa Purasari.
Menanggapi hal itu, Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Bogor, Aan Triana Al Muharom, menilai keluhan tersebut sangat beralasan.
Politisi muda dari Fraksi Golkar itu menegaskan bahwa desa yang terdampak langsung seharusnya mendapat prioritas manfaat, bukan hanya wilayah administratif yang tercantum dalam dokumen lama.
“Idealnya, desa yang terdampak dari kegiatan itu mendapatkan prioritas. Kami harap Bupati segera menindaklanjuti hal ini karena Purasari jelas berdekatan dengan lokasi geotermal,” ujar Aan, Senin 06 Oktober 2025. Aan
menambahkan, kebijakan penyaluran CSR dan Bonus Produksi tidak boleh hanya terfokus di Kecamatan Pamijahan, sebab aktivitas industri panas bumi memiliki dampak lintas kecamatan.
“Jangan hanya bicara Pamijahan. Ada juga desa-desa di luar wilayah itu yang punya hak yang sama untuk mendapatkan dana bagi hasil. Ini harus dikaji ulang aturannya,” tegasnya.
Lebih lanjut, Aan menyatakan DPRD siap mendorong penyesuaian regulasi atau Peraturan Bupati (Perbup) agar pembagian manfaat dari produksi energi panas bumi bisa lebih adil dan menyentuh masyarakat terdampak secara nyata.
“Kondisi di lapangan menunjukkan mereka juga terdampak. Maka, kebijakan harus menyesuaikan realita, bukan hanya berdasarkan peta administratif lama,” ujarnya.
Aan pun menutup dengan sindiran tajam terhadap ketimpangan manfaat yang dirasakan warga.
“Jangan sampai warga hanya kena panasnya, tapi tak dapat sejuknya. Mereka punya hak yang sama atas sumber daya yang ikut mereka jaga,” pungkasnya