Puncak Diusulkan di Bawah Otorita Khusus
- Telaga Saat Puncak
Bogor – Puncak adalah sebuah kawasan yang membentang di wilayah selatan Kabupaten Bogor dan sebagian wilayah Kabupaten Cianjur. Puncak memiliki keunggulan keindahan alamnya yang berada di kaki Gunung Pangrango dan Gunung Gede.
Karena posisinya yang sangat strategis tak jauh dari Ibu Kota Jakarta, menjadikan Puncak menjadi magnet bagi siapa saja untuk sekadar singgah, berkunjung sebagai wisatawan, atau mendirikan rumah, vila, hotel, penginapan, cafe, restoran, dan beragam bisnis wisata lain.
Tak hanya warga biasa, hampir setiap kementerian, BUMN, dan lembaga/instansi pemerintah juga mendirikan rumah singgah, rumah peristirahatan, maupun pusat pendidikan dan pelatihan di kawasan Puncak. Malah, puluhan jenderal dan pejabat baik yang masih aktif maupun mantan tak sedikit yang mendirikan vila atau perkebunan/pertanian di Puncak.
Dalam kurun 30 tahun terakhir, Puncak pun menjelma menjadi sebuah kawasan pariwisata yang umumnya menjual view dan udara sejuk. Selama itu pula tingkat kunjungan wisata meningkat, tingkat okupansi hotel naik terutama di weekend dan hari libur. Event-event nasional, regional, daerah, kerap kali digelar di Puncak. Walhasil, peristiwa yang terjadi di Puncak kerap kali menjadi berita viral dan menasional.
Imbas Positif dan Negatif
Berkembang pesatnya Puncak berimbas positif terhadap taraf perekonomian masyarakat. Warga terakomodir menjadi pekerja di hotel-hotel, restoran, vila, cafe, dan banyak tempat wisata. Sebagian besar warga juga meraup untung dari berkembangnya bisnis sektor informal seperti UMKM, pedagang kaki lima (PKL), jasa wisata, kuliner, event organizer, hiburan, dan lainnya.
Sektor pariwisata--khususnya dari kawasan Puncak--pada akhirnya menjadi salah satu penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbesar bagi Pemerintah Daerah.
Sebaliknya, pesatnya pembangunan infrastruktur dan bertambahnya jumlah penduduk yang berbanding lurus dengan kebutuhan permukiman membuat kawasan Puncak terus menyempit. Aturan Garis Sempadan Jalan (GSJ) dan Garis Sempadai Sungai (GSS) dilabrak, sungai pun dangkal dan menyempit. Bukit dan tebing dikeruk dan diokupasi untuk ditanami beton. Sawah mulai menghilang.
Kawasan hutan dan kawasan konservasi yang selama ini dikuasai negara pada akhirnya menjadi sasaran empuk. Dengan berkedok Kerja Sama Operasional (KSO), alih fungsi lahan kian marak. Perambahan kawasan hutan dan konservasi pun makin terancam hingga membuahkan bencana alam banjir dan longsor.
Penataan tata ruang kawasan Puncak sebetulnya sejak lama menjadi ruang diskursus hingga beberapa aksi kerap dilakukan baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Kendati begitu, kerap kali tujuan baik penataan Puncak tak diikuti dengan cara tepat.
Pada faktanya, Rest Area Gunung Mas yang digadang-gadang agar menjadikan Puncak lebih tertib masih gagal. Penghasilan pedagang yang direlokasi malah melorot. Sementara sejumlah bangunan megah masih tetap berdiri di atas kawasan resapan.
Demikian pula dengan aksi penyegelan puluhan unit usaha yang dilakukan Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq yang berbuntut aksi berbagai lapisan masyarakat akibat memutus lapangan pekerjaan mereka.
"Kami bukan menolak penataan Puncak. Kawasan Puncak harus tetap hijau dan asri. Tapi pikirkan juga solusi bagi ratusan warga yang kehilangan pekerjaan akibat penyegelan yang barbar," ujar Ketua Aliansi Masyarakat Bogor Selatan (AMBS), Muhsin.
Badan Otoritas Khusus
Menyikapi kondisi tersebut, usulan agar kawasan Puncak dijadikan otorita khusus mulai bergulir. "Sudah selayaknya kawasan Puncak ini dijadikan kawasan otoritas khusus seperti Batam. Puncak menjadi kawasan otoritas khusus pariwisata. Sehingga penanganan dan perlakuannya menjadi lebih fokus oleh badan khusus," ujar Ketua Aspirasi Masyarakat Indonesia (ASPIRA), R Adi Prabowo.
Peluang Puncak dijadikan kawasan otoritas khusus, kata Adi, sangat terbuka. Sebab, selama ini kawasan Puncak selama ini memiliki landasan hukum tersendiri. Di antaranya, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabekpunjur). Perpres ini bertujuan untuk mengintegrasikan dan menata kawasan strategis ini untuk pembangunan berkelanjutan dan menjaga fungsi lindung.
Perpres No. 60 Tahun 2020 sendiri melengkapi Peraturan Pemerintah (PP) No. 54 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang mengatur kawasan perbatasan Jabodetabek-Puncak-Cianjur, serta peraturan perundang-undangan lingkungan hidup seperti UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Puncak juga menjadi istimewa dengan hadirnya Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 84 Tahun 2021 yang mengatur kebijakan ganjil genap untuk mengurangi kemacetan dan berlaku di ruas Jalan Nasional Ciawi-Puncak dan Puncak-Batas Kota Cianjur.
Selain itu, Pemkab Bogor juga mengeluarkan Peraturan Daerah seperti Perda Nomor 4 Tahun 2015 tentang Ketertiban Umum, Peraturan Bupati Nomor 6 Tahun 2023 tentang Rencana Induk Transportasi Kabupaten Bogor, dan Perda Nomor 7 Tahun 2020 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Bogor.
“Untuk mengatasi persoalan ini, Presiden Prabowo harus segera membentuk Badan Otorita Pembangunan Terpadu Kawasan Puncak. Lembaga ini penting agar penataan berjalan efektif dan tidak lagi tumpang tindih,” kata Adi Prabowo.
“Badan otorita nantinya mengkoordinasikan kewenangan pusat, daerah, dan lembaga lain. Tujuannya agar semua pihak bergerak dalam satu arah, bukan berjalan sendiri-sendiri,” imbuhnya.