Puncak Diusulkan di Bawah Otorita Khusus
- Telaga Saat Puncak
Sebaliknya, pesatnya pembangunan infrastruktur dan bertambahnya jumlah penduduk yang berbanding lurus dengan kebutuhan permukiman membuat kawasan Puncak terus menyempit. Aturan Garis Sempadan Jalan (GSJ) dan Garis Sempadai Sungai (GSS) dilabrak, sungai pun dangkal dan menyempit. Bukit dan tebing dikeruk dan diokupasi untuk ditanami beton. Sawah mulai menghilang.
Kawasan hutan dan kawasan konservasi yang selama ini dikuasai negara pada akhirnya menjadi sasaran empuk. Dengan berkedok Kerja Sama Operasional (KSO), alih fungsi lahan kian marak. Perambahan kawasan hutan dan konservasi pun makin terancam hingga membuahkan bencana alam banjir dan longsor.
Penataan tata ruang kawasan Puncak sebetulnya sejak lama menjadi ruang diskursus hingga beberapa aksi kerap dilakukan baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Kendati begitu, kerap kali tujuan baik penataan Puncak tak diikuti dengan cara tepat.
Pada faktanya, Rest Area Gunung Mas yang digadang-gadang agar menjadikan Puncak lebih tertib masih gagal. Penghasilan pedagang yang direlokasi malah melorot. Sementara sejumlah bangunan megah masih tetap berdiri di atas kawasan resapan.
Demikian pula dengan aksi penyegelan puluhan unit usaha yang dilakukan Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq yang berbuntut aksi berbagai lapisan masyarakat akibat memutus lapangan pekerjaan mereka.
"Kami bukan menolak penataan Puncak. Kawasan Puncak harus tetap hijau dan asri. Tapi pikirkan juga solusi bagi ratusan warga yang kehilangan pekerjaan akibat penyegelan yang barbar," ujar Ketua Aliansi Masyarakat Bogor Selatan (AMBS), Muhsin.
Badan Otoritas Khusus