Prasasti Batutulis Bogor Sentil DPR RI, Desa Wisata Butuh Payung Hukum Segera
- triaskredensialnews.com/Triaskuncahyono
Bogor, Viva Bogor – Prasasti Batutulis di Kota Bogor kembali diperhatikan. Peninggalan bersejarah Kerajaan Sunda Pajajaran ini merupakan saksi kejayaan Bogor di abad ke-16. Kehadirannya yang sempat terlupakan kini menjadi inspirasi bagi Komisi VII DPR RI untuk mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kepariwisataan.
Prasasti Batutulis didirikan pada tahun 1455 Saka atau sekitar 1533 Masehi oleh Prabu Surawisesa, raja Kerajaan Pajajaran. Monumen ini dibuat sebagai bentuk penghormatan kepada ayahandanya, Sri Baduga Maharaja atau yang lebih dikenal sebagai Prabu Siliwangi. Ditulis dalam bahasa Sunda Kuno dengan aksara Kawi, prasasti ini berisi doa, pujian, serta catatan mengenai pembangunan simbolik pada masa itu. Hingga kini, prasasti masih berdiri kokoh di tempat asalnya di Bogor Selatan, dilindungi oleh sebuah cungkup sederhana.
Lokasinya diyakini merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Pajajaran, menjadikannya bukti otentik jejak sejarah Sunda di tanah Pasundan.
Isi Prasasti Batutulis Bogor
Prasasti Batutulis Bogor
- Commons Wikimedia/Creutzen
Tulisan pada prasasti menceritakan tentang kebesaran Sri Baduga Maharaja, yang juga dikenal sebagai Ratu Haji di Pakuan Pajajaran. Di antaranya disebutkan bahwa beliau membangun parit pertahanan Pakuan, membuat undakan hutan Samida, mendirikan telaga Rena Mahawijaya, serta monumen gunung-gunungan sebagai simbol spiritual.
Bagian lain dari prasasti juga menjelaskan garis keturunan raja, yakni putra Rahiyang Dewa Niskala dan cucu Rahiyang Niskala Wastu Kancana. Catatan ini sekaligus menjadi penegasan legitimasi kekuasaan dinasti Pajajaran. Prasasti ini mencerminkan bagaimana seorang raja tidak hanya mengenang leluhurnya, tetapi juga berusaha mewariskan nilai-nilai pembangunan dan spiritualitas bagi generasi selanjutnya.
Penemuan dan Kajian Sejarah
Keberadaan Prasasti Batutulis pertama kali tercatat pada ekspedisi pasukan VOC yang dipimpin Kapten Adolf Winkler pada 25 Juni 1690. Beberapa abad kemudian, Thomas Stamford Raffles turut menuliskannya dalam bukunya The History of Java lengkap dengan faksimile prasasti.
Seiring waktu, berbagai peneliti dari dalam maupun luar negeri melakukan transliterasi dan kajian akademis. Pada tahun 1921, epigraf terkenal R. Ng. Poerbatjaraka menerbitkan tulisan berjudul De Batoe Toelis Nabij Buitenzorg, yang semakin memperkuat posisi Prasasti Batutulis sebagai sumber penting sejarah Sunda.
Inspirasi Percepatan RUU Kepariwisataan
Pada Senin, 8 September 2025, Wali Kota Bogor Dedie A. Rachim mendampingi rombongan Komisi VII DPR RI bersama Sesmenpar Bayu Aji untuk meninjau langsung Prasasti Batutulis. Ketua Komisi VII DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, menegaskan bahwa kekayaan sejarah seperti Batutulis harus dijaga dan dikelola secara serius. Menurutnya, jika dikelola dengan baik, situs budaya ini dapat menjadi destinasi wisata kelas dunia, tidak kalah dengan Bali maupun Yogyakarta.
Wali Kota Bogor menambahkan bahwa Batutulis hanyalah satu dari 11 situs purbakala di Kota Bogor. Jika seluruhnya digarap dalam konsep wisata budaya terintegrasi, potensi ekonomi dan identitas kota akan semakin kuat.
Pembangunan desa wisata di Indonesia kini menjadi salah satu prioritas pemerintah dalam rangka meningkatkan daya tarik pariwisata nasional sekaligus memperkuat perekonomian berbasis masyarakat. Kunjungan ini sekaligus menegaskan komitmen DPR RI untuk mempercepat pembahasan RUU Kepariwisataan. Payung hukum tersebut diharapkan memperkuat regulasi desa wisata, memberi kepastian dalam pengembangan pariwisata budaya, sekaligus membuka peluang ekonomi bagi masyarakat lokal.
Kehadiran DPR di Batutulis menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah pusat dapat memberikan regulasi dan dukungan anggaran, sementara pemerintah daerah fokus pada penataan infrastruktur, promosi, dan pelibatan masyarakat.