Star Energy Geothermal Salak Gelar Edukasi Panas Bumi untuk Pemerintah Desa Purasari

Star Energy Geothermal Salak
Sumber :
  • Istimewa

Bogor, VIVA Bogor - Star Energy Geothermal Salak (SEGS) menggelar kegiatan edukasi mengenai pemanfaatan panas bumi bersama Pemerintah Desa Purasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Kegiatan ini bertujuan meluruskan informasi keliru yang kerap mengaitkan operasional panas bumi dengan bencana gempa bumi.

Kades Purasari Minta CSR dan Bonus Produksi dari SEGS, Dapat Jawaban Mengejutkan

Dalam pemaparan yang dipandu oleh Henri Kurniawan, SEGS menjelaskan wilayah kerja panas bumi, proses konversi energi panas bumi menjadi listrik, hingga manfaatnya sebagai energi baru terbarukan yang ramah lingkungan. SEGS juga menegaskan statusnya sebagai Objek Vital Nasional (Obvitnas) serta kontribusinya bagi pendapatan negara.

“SEGS beroperasi dengan izin lengkap. Tanpa izin, bisa dipidana sesuai peraturan yang berlaku. Kami juga telah meraih berbagai penghargaan dari pemerintah, sebagai bukti kepatuhan terhadap regulasi, perlindungan masyarakat, hewan, dan lingkungan,” ujar Henri di hadapan peserta di Kantor Induk PTPN VIII Cianten, Pada hari Selasa, 30 September 2025.

Kades Purasari Minta CSR dan Bonus Produksi dari SEGS, Perusahaan Sarankan Komunikasi ke Pemkab Bogor

Dalam sesi tanya jawab, Kepala Desa Purasari, Agus Soleh Lukman, mempertanyakan isu yang berkembang di masyarakat terkait dampak pengeboran panas bumi. “Ada informasi dari YouTube yang menyebut pengeboran bisa menimbulkan gas beracun, mengurangi debit air, menimbulkan gempa, menyemburkan air panas, mencemari air, hingga menyebabkan tanah longsor. Kami ingin mendapat penjelasan langsung,” ujarnya.

Hal senada juga disampaikan Tedi, seorang guru peserta kegiatan, yang menanyakan potensi gempa seismik akibat panas bumi serta harapannya agar produksi energi diimbangi dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sementara itu, Feri, Kepala Dusun 06 Desa Purasari, menyinggung keberadaan sesar Bayah segmen Cianten yang menurut BMKG aktif, dan mempertanyakan kaitannya dengan kegiatan pengeboran SEGS.

Jejak Sejarah Kawedanan Leuwiliang, Poros Pemerintahan Lokal Bogor Barat Pasca Kemerdekaan

Menanggapi hal tersebut, Humas SEGS, Asrul Maulana, menegaskan bahwa gempa bumi di wilayah Cianten bukan disebabkan oleh aktivitas pengeboran panas bumi. “Gempa terjadi karena adanya sesar aktif, bukan karena operasional SEGS. Kalau gempa akibat pengeboran, mari kita lihat sejarah: gempa tetap terjadi walaupun tidak ada aktivitas pengeboran,” jelasnya.

Zia, perwakilan SEGS lainnya, menambahkan bahwa karakteristik panas bumi di Indonesia berbeda dengan kasus gempa akibat geothermal di Pohang, Korea Selatan. “Di Pohang, gempa terjadi karena reservoir tidak tersedia sehingga dibuat secara artifisial dengan menyuntikkan fluida hingga menyebabkan rekahan. Sementara di SEGS, reservoir sudah alami. Pengeboran pun dilakukan dengan alat khusus menggunakan intan, bukan peledakan,” jelasnya.

Ia juga mengingatkan bahwa aktivitas gempa saat ini terjadi di berbagai belahan dunia akibat pergerakan lempeng, bukan semata-mata di wilayah Cianten. “Wilayah Cianten sendiri secara geologi merupakan bekas kaldera dengan adanya sesar Cianten, Bayah, dan Citarik,” tambahnya.

Melalui kegiatan edukasi ini, SEGS berharap masyarakat mendapatkan pemahaman yang benar mengenai energi panas bumi, sekaligus mengikis isu miring yang kerap berkembang di sekitar wilayah operasi