Trend Diet Puasa Intermittent Fasting Ala Ade Rai
- Yuni Retnowati
Bogor, VIVABogor – Puasa sebenarnya bukanlah hal baru dalam Islam. Kita mengenal puasa sebulan penuh Ramadhan, puasa Senin-Kamis, puasa Daud, dll. Begitu pula di tahun 2016, seorang Profesor dari Jepang, Yoshinori Oshumi mendapatkan penghargaan Nobel dalam Fisiologi dan kedokteran atas kiprahnya dalam penelitian terkait puasa.
Manfaat puasa telah diteliti oleh profesor Jepang, Yoshinori Ohsumi, dan ditemukan bahwa salah satu manfaatnya adalah aktivasi autophagy di dalam tubuh. Dr. Ohsumi meneliti tentang autophagy selama lebih dari dua dekade dan berhasil menemukan gen-gen yang mengontrol proses ini. Penelitiannya telah memberikan kontribusi besar dalam memahami bagaimana autophagy dapat memperbaiki kondisi sel yang buruk dan mengatasi penyakit.
Autophagy adalah mekanisme daur ulang seluler. Autofagi adalah proses internal tubuh untuk membuang komponen sel yang rusak, tidak berfungsi, atau tidak dibutuhkan, serta untuk melawan serangan bakteri dan virus. Proses "Memakan Diri Sendiri" adalah istilah harfiah yang berarti sel akan memakan sisa-sisa metabolisme dan sel-sel yang mati untuk menghasilkan sel-sel baru yang lebih sehat. Autofagi dapat dipicu dan diaktifkan dengan puasa atau pembatasan kalori, karena kondisi kelaparan memicu sel untuk mencari sumber energi dengan mendaur ulang bagian internalnya.
Mantan binaragawan ini menyebut menurunkan berat badan dalam waktu seminggu sebenarnya tidak sulit dilakukan jika masyarakat menerapkan metode intermitent fasting (IF) secara konsisten. Tidak berbeda dengan Ade Rai, artis Sophia Latjuba juga sudah melakukan puasa IF selama 20 tahun. Belakangan, IF jadi jenis diet yang paling digemari atau tren di beberapa negara, termasuk Indonesia. Para artis kondang, misalnya Melani Ricardo dan Nagita Slavina, pun mengikuti tren ini guna mendapatkan bentuk tubuh ideal. Pada akhirnya masyarakat yang penasaran juga mencoba diet ini dan memberikan testimoni positifnya.
Intermittent fasting (IF) tidak hanya dilakukan untuk menurunkan berat badan, tetapi juga untuk mencegah terjadinya diabetes tipe 2 dan menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Untuk tujuan ini, prinsip puasa intermiten adalah menciptakan kondisi ketosis yang didapat dari diet dan puasa agar tubuh menggunakan keton (degradasi lemak) sebagai sumber energi untuk menggantikan glukosa. Dilansir dari Harvard Health Publishing, IF merupakan pendekatan makanan berdasarkan waktu. Idenya adalah puasa cukup lama memungkinkan kadar insulin turun cukup rendah sehingga tubuh kita akan menggunakan lemak sebagai bahan bakar. Berdasarkan berbagai sumber, IF dikatakan dapat menurunkan berat badan secara bertahap. Diet ini akan semakin efektif jika dikombinasikan dengan pola makan nabati yang bergizi dan aktivitas fisik yang teratur. IF dapat menjadi bagian dari rencana penurunan atau pemeliharaan berat badan yang sehat.