Dilaporkan Polisi, Anggota DPRD Bogor Pertanyakan BPN: “Tiba-Tiba Tanah Saya Milik Developer”
Bogor –Kasus dugaan penipuan jual beli tanah yang menyeret nama anggota DPRD Kabupaten Bogor, M. Hasani, ST, menemui titik terang. Setelah dilaporkan ke Polda Jabar, akhirnya M.Hasani angkat bicara dengan mengungkapkan kronologis kepemilikan lahan yang kini dipersoalkan.
Menurut Hasani, tanah seluas 3.138 meter persegi di kawasan Perumahan Dramaga Pratama, Desa Cibadak, Kecamatan Ciampea, awalnya merupakan tanah adat atas nama Elam Peot. Sejak 2016, tanah tersebut dibeli Hasani dari ahli waris tunggal bernama Omi dengan bukti surat girik.
Dini warga yang melaporkan Anggota DPRD Kabupaten Bogor M.Hasani.
- -
“Begini kronologis pembeliannya, sejak saya tinggal di perumahan itu tahun 2008, tanah tersebut statusnya tanah adat. Saya beli resmi tahun 2016 dari ahli waris pemilik pertama,” jelas Hasani.
Pada September 2023, Hasani menawarkan tanah tersebut kepada Dini, perwakilan dari Puspa Rini. Negosiasi berlanjut ke tahap pembayaran uang muka pada 5 September 2023 di hadapan notaris, dengan kehadiran Hasani beserta istri dan pihak pembeli. Kemudian, pada 30 Oktober 2023 Hasani membayar tunggakan PBB dari 2019–2023 agar syarat pembuatan Akta Jual Beli (AJB) terpenuhi. Pelunasan transaksi dilakukan pada 5 Desember 2023, juga di hadapan notaris.
Masalah muncul pada 31 Januari 2024 ketika pihak pembeli hendak meningkatkan status AJB menjadi sertifikat. Saat dicek ke Badan Pertanahan Nasional (BPN), tanah tersebut ternyata sudah terbit Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama PT Surya Pelita Pratama dengan NIB 04220, bertanggal 6 September 2023.
Hasani mengaku terkejut dengan munculnya SHGB tersebut. Dalam wawancaranya, politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu mempertanyakan tanahnya yang berubah status menjadi milik PT developer perumahan.
“Saya heran, kenapa bisa SHGB keluar lebih dulu, sementara saya baru membayar PBB pada 30 Oktober 2023? Bagaimana mungkin tanah yang saya beli dari ahli waris sah tiba-tiba menjadi milik developer?” ujarnya.
Dalam mediasi pertama di kantor BPN pada 14 Mei 2023, hadir berbagai pihak termasuk ahli waris Omi, Kepala Desa Cibadak Lia Muliya, staf desa, kuasa hukum pembeli, dan staf BPN. Namun perwakilan PT Surya Pelita tidak hadir. Dalam pertemuan itu, Kepala Desa Cibadak menegaskan tidak pernah mengeluarkan surat apa pun untuk developer.
"Dalam pertemuan di atas, saya sempat menanyakan terbitnya SHGB itu tahun berapa bulan apa dan tanggal berapa, dan BPN menjawab waktu itu tahun 2023 bulan September tanggalnya 30," paparnya.
"Dan saya mempertanyakan dalam pertemuan tersebut kenapa lebih dahulu muncul SHGB dibanding dengan pelunasan PBB yang saya bayar pada tanggal 30 Oktober 2023. Dan dalam pertemuan tersebut bu Lia Muliya selaku kepala Desa Cibadak menyampaikan bahwa kepala desa tidak pernah membuat atau memberikan surat apapun ke pihak developer," imbuh M.Hasani.
BPN kemudian menjadwalkan mediasi kedua pada 16 Juli 2025, tetapi lagi-lagi pihak PT Surya Pelita tidak hadir. Hingga kini, mediasi ketiga masih menunggu undangan resmi dari BPN.
Sementara itu, disisi lain pihak pembeli melalui kuasa hukum sudah melayangkan tiga kali somasi, masing-masing pada 19 Juni, 3 Juli, dan 9 Juli 2025. Karena tidak ada titik temu, kasus ini berlanjut dengan laporan pidana ke Polda Jabar serta rencana gugatan perdata di Pengadilan Negeri Cibinong.
Hasani menegaskan dirinya juga menjadi pihak yang dirugikan. “Saya minta transparansi dari BPN dan kejelasan status tanah ini. Jangan sampai masyarakat menjadi korban karena tumpang tindih administrasi,” katanya.
Masyarakat perlu mengawal kasus ini, untuk menanti kelanjutan kasus yang melibatkan wakil rakyat, sekaligus mempertanyakan peran BPN dalam memastikan kepastian hukum atas kepemilikan lahan.