Camat dan Kades Di Leuwiliang Kompak Tanya Bantuan CSR dan BP Star Energy, Ketua Komisi III DPRD Bogor Desak Pemerintah
Bogor, VIVA Bogor - Reses masa sidang I tahun 2025–2026 anggota DPRD Kabupaten Bogor di Kecamatan Leuwiliang diwarnai berbagai keluhan dari para kepala desa dan Camat Leuwiliang terkait aktivitas perusahaan energi panas bumi Star Energy Geothermal Salak (SEGS).
Dalam kegiatan tersebut, para kepala desa menyampaikan keresahan atas seringnya terjadi gempa lokal di beberapa desa, serta ketiadaan bantuan Corporate Social Responsibility (CSR) dan Bonus Produksi (BP) bagi wilayah mereka padahal lokasi kecamatan ini sangat dekat dengan area operasi perusahaan tersebut.
Aan Triana
- -
Camat Leuwiliang, Pelitiawan, dalam sambutannya menjelaskan bahwa ada lima desa di wilayahnya yang rawan bencana, terutama Desa Purasari dan Puraseda yang beberapa minggu terakhir mengalami gempa berulang.
“Dalam dua minggu terakhir, di Desa Purasari terjadi hingga 41 kali getaran gempa. Aneh, karena hanya dirasakan di empat RW di kebun teh Cianten saja,” ujar Pelitiawan.
Ia mendesak agar Pemerintah Kabupaten Bogor menurunkan tim ahli dari BMKG maupun lembaga geologi lain seperti BRIN untuk menjelaskan penyebab fenomena tersebut secara ilmiah.
“Jangan sampai masyarakat berasumsi liar dan menyalahkan aktivitas perusahaan. Kami ingin penjelasan resmi agar warga tidak resah. Banyak yang kini tidur di tenda darurat karena takut ada gempa susulan,” tambahnya.
Kepala Desa Karacak, Onas, menyampaikan rasa kecewanya karena kecamatan Leuwiliang hingga kini tidak pernah menerima bantuan CSR atau BP dari SEGS.
“Kami cemburu dengan Kecamatan Pamijahan yang justru jauh dari lokasi tapi mendapat bantuan. Padahal kendaraan operasional perusahaan setiap hari melintasi desa kami,” ujarnya.
Senada, Agus, Kepala Desa Purasari, menegaskan bahwa desanya bahkan berada dalam radius dua kilometer dari area perusahaan, namun tidak mendapatkan manfaat apa pun.
“Kami masuk wilayah ring satu, tapi tidak pernah mendapat CSR atau BP. Kami juga ingin ada kajian ulang terhadap dokumen AMDAL dan pemeriksaan lapangan oleh ahli geologi BRIN untuk memastikan dampak sebenarnya dari kegiatan perusahaan,” kata Agus.
Ia berharap DPRD dapat mendorong Bupati Bogor agar meninjau ulang kebijakan distribusi CSR dan BP, serta menindaklanjuti hasil reses agar tidak berhenti sebatas wacana.
Menanggapi hal itu, Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Bogor, Aan Triana Al Muharom, menilai keluhan tersebut sangat beralasan.
“Desa yang terdampak langsung dari aktivitas industri seharusnya menjadi prioritas penerima manfaat. Purasari dan sekitarnya jelas berdekatan dengan lokasi proyek panas bumi,” ujar Aan, Rabu, 08 Oktober 2025.
Politisi muda dari Fraksi Golkar itu menegaskan, pembagian dana CSR dan BP tidak boleh hanya terfokus di Kecamatan Pamijahan.
"Jangan hanya bicara Pamijahan. Ada desa-desa lain yang juga terdampak. Ini harus dikaji ulang, termasuk kemungkinan penyesuaian Peraturan Bupati agar pembagian manfaat lebih adil dan sesuai kondisi lapangan,” tegasnya.
Aan menutup dengan sindiran tajam terhadap ketimpangan manfaat yang dirasakan warga “Jangan sampai warga hanya kena panasnya, tapi tak dapat sejuknya. Mereka punya hak yang sama atas sumber daya yang ikut mereka jaga,” pungkasnya