APOB Boyolali Sukses Kembangkan Beras SRP Ramah Lingkungan Bersama Rikolto
- Istimewa
Boyolali, VIVA Bogor –Upaya mewujudkan pertanian padi berkelanjutan di Indonesia terus menunjukkan hasil positif. Koperasi Produsen Asosiasi Petani Organik Boyolali (APOB) kini menjadi salah satu contoh sukses penerapan Sustainable Rice Platform (SRP) di tingkat petani, berkat kemitraan strategis dengan lembaga internasional Rikolto.
APOB Boyolali sukses menerapkan program Sustainable Rice Platform (SRP) bersama Rikolto. Lebih dari 1.800 petani kini menghasilkan beras sehat, rendah emisi, dan ramah lingkungan.
Ketua APOB Murbowo mengatakan, kerja sama dengan Rikolto menjadi tonggak penting dalam transformasi sistem pertanian di Boyolali.
Melalui penerapan standar SRP, para petani tidak hanya menghasilkan beras berkualitas tinggi, tetapi juga turut menekan emisi karbon dan menjaga keseimbangan lingkungan.
“Sejak bermitra dengan Rikolto, kami bisa mengembangkan budidaya pertanian beras SRP bersama kelompok tani di wilayah Sawit dan Tanju Dono. Kami bangga bisa memproduksi pangan yang sehat dan berkelanjutan,” ujar Murbowo.
Kemitraan ini memperkuat kemampuan petani dalam praktik pertanian berkelanjutan, termasuk pengurangan penggunaan bahan kimia, efisiensi air, dan pengelolaan tanah yang ramah lingkungan. Rikolto juga membantu dalam pembinaan kelompok tani, mulai dari pelatihan teknik budidaya SRP hingga strategi pemasaran.
“Petani kami kini lebih terampil mengelola lahan. Hasil panen mereka kami beli, lalu APOB mengolah dan memasarkannya secara langsung. Dengan sistem SRP, kualitas beras kami jauh lebih baik,” jelasnya.
Beras hasil produksi APOB berbeda dari beras konvensional. Penerapan Sustainable Rice Platform (SRP) membuat input kimia berkurang signifikan sehingga produk yang dihasilkan lebih aman dikonsumsi.
“Dengan input kimia yang berkurang, residu berbahaya dalam beras juga menurun. Konsumen mendapat beras yang sehat, petani pun menjaga lingkungan,” tambah Murbowo.
Saat ini, APOB telah memasarkan beras SRP ke berbagai kota besar seperti Semarang, Yogyakarta, dan Jakarta. Meski belum menargetkan ekspor, APOB berfokus memperkuat pasar nasional agar hasil petani terserap maksimal.
“Kami optimalkan dulu pasar nasional sebelum ekspor. Harapan kami ada penambahan mitra pembeli agar produk petani bisa terserap lebih luas,” ujarnya.
Kini APOB menaungi 1.842 petani yang tersebar di tiga kecamatan di Kabupaten Boyolali, dengan rata-rata produksi mencapai 6,5–7 ton per hektare per musim tanam.
Sebagian besar petani bahkan mampu menanam hingga tiga kali dalam setahun. Dukungan terhadap gerakan pertanian SRP ini juga datang dari Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Ditjen PSP).
APOB mendapatkan hibah berupa Rice Milling Unit (RMU) dan bangunan pengolahannya sebagai bentuk dukungan terhadap rantai pascapanen beras berkelanjutan.
Murbowo berharap pemerintah terus memperhatikan kebutuhan petani, terutama dalam hal ketersediaan pupuk dan sarana produksi yang mudah dijangkau. “Kami berharap akses pupuk dan alat produksi bisa lebih mudah dan murah. Dengan begitu, petani makin semangat menjaga sistem SRP ini,” ujarnya.
Dengan harga gabah yang kini mencapai Rp6.500 per kilogram, para petani Boyolali mulai menikmati hasil nyata dari praktik pertanian SRP. “Harga yang stabil membuat kami semakin percaya diri. Kami akan terus menjaga kualitas beras SRP agar Boyolali dikenal sebagai penghasil beras sehat dan berkelanjutan,” tutup Murbowo.