GP Ansor Kecewa Sikap Rais Syuriah PCNU Kota Bogor

H Ahmad Irfan, Ketua GP Ansor Kota Bogor
Sumber :

Bogor – Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Bogor telah menetapkan kepengurusan baru periode 2025–2030 melalui Konferensi Cabang (Konfercab) pada Sabtu 13 September 2025. KH Mustofa Abdullah Bin Nuh terpilih sebagai Rois Syuriah dan H Edi Nurokhman sebagai Ketua Tanfidziyah.

Bayi Ditinggal di Pot Bunga Jalan Polisi Paledang, Terselip Surat Bikin Haru

Kendati begitu, proses pemilihan ternyata menuai kritik. Pimpinan Cabang (PC) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kota Bogor mengaku kecewa dan menyampaikan keprihatinan mendalam atas sikap Rais Syuriah terpilih dalam proses pemilihan ulang Ketua Tanfidziyah PCNU Kota Bogor.

GP Ansor menilai KH Mustofa Abdullah Bin Nuh bersikap tidak adil terhadap salah satu calon. Padahal, dalam proses pemilihan H Edi Nurokhman mendapatkan dua suara dari Kecamatan Bogor Barat dan Bogor Timur dan Romy Prasetya mendapatkan dua suara dari Kecamatan Tanah Sareal dan Bogor Tengah. Sedangkan Kecamatan Bogor Utara sebagai peninjau dan Bogor Selatan abstain.

Polisi Tangkap Pelemparan Masjid di Bogor, Pelaku Alami Halusinasi

"Kami kecewa. Rais Syuriah idealnya menjadi sosok pengayom dan penuntun dengan kelembutan hati, bukan sebaliknya menimbulkan kesan tidak adil terhadap salah satu calon. Rais Syuriah memang punya hak veto akan tetapi alasannya menggugurkan calon yang lain tidak rasional dengan menuduh tempat tinggal yang tidak jelas. Padahal skornya sama, 2-2," ungkap Ketua PC GP Ansor Kota Bogor, H Ahmad Irfan, dalam rilis resminya, Selasa 16 September 2025.

H Ahmad Irfan menjelaskan, menurut AD/ART NU Muktamar ke-34 BAB XVI Pasal 42 ayat (1), “Rais syuriyah dipilih dari kalangan ulama Ahlul Halli wal ‘Aqdi yang memenuhi syarat beraqidah Ahlussunnah wal Jama’ah An-Nahdliyah, berakhlak mulia, berilmu, memiliki integritas moral, tawadhu’, serta mampu mengayomi jamaah dengan sikap adil dan bijaksana".

Masjid di Bogor Rusak Dilempar Batu, Polisi Buru Pelaku Berjaket Hijau

Kepemimpinan NU seharusnya dijalankan dengan menjunjung tinggi prinsip tawasuth, tasamuh, tawazun, dan i’tidal sebagai warisan para pendahulu. Sebaliknya, sikap yang melukai pribadi tertentu bukan hanya mencederai martabat individu, tetapi juga berpotensi mencoreng wajah organisasi di mata masyarakat, khususnya generasi muda.

“Tradisi pesantren dan NU sejak dulu selalu menekankan nilai akhlak mulia: kesabaran, kebijaksanaan, dan kemampuan mendidik dengan kasih sayang. Setiap kata seorang pemimpin spiritual mestinya menjadi penyejuk, bukan sebaliknya melukai,” tegas H Ahmad Irfan.

Halaman Selanjutnya
img_title