Dayeuh Pakuan Pajajaran: Kilas Balik dari Pena Tome Pires
BOGOR – Jauh sebelum Jakarta menjadi pusat pemerintahan dan Bandung dikenal sebagai kota modern, di tanah Jawa bagian barat pernah berdiri sebuah kota megah: Dayeuh Pakuan Pajajaran, Kota ini adalah ibu kota Kerajaan Sunda yang menjadi pusat peradaban, kebudayaan, dan perdagangan pada masanya.
Menariknya, catatan mengenai Dayeuh Pakuan tidak hanya tersimpan dalam naskah babad atau prasasti, tetapi juga terdokumentasi dalam literatur bangsa Eropa awal abad ke-16. Adalah Tome Pires, seorang apoteker dan diplomat Portugis, yang menuliskan tentang kota ini dalam karyanya Suma Oriental (1512–1515).
Buku tersebut awalnya disusun sebagai laporan intelijen untuk Raja Emanuel dari Portugis, Namun, lebih dari itu, Suma Oriental menjadi karya komprehensif pertama bangsa Eropa yang menggambarkan Nusantara, Di dalamnya, Tome Pires mencatat kondisi politik, ekonomi, hingga jalur perdagangan, termasuk tentang Dayeuh Pakuan Pajajaran yang saat itu menjadi pusat kerajaan terbesar di Jawa bagian barat.
Bagi Portugis, catatan ini penting untuk memahami jalur rempah dan strategi perdagangan dunia, Bagi kita, catatan ini adalah saksi bisu bagaimana Pakuan Pajajaran dipandang sebagai kota yang megah dan berpengaruh.
Sayangnya, seiring waktu, kebesaran itu perlahan memudar. Situs-situs sejarah hanya tersisa di antara reruntuhan, sementara masyarakat lebih akrab dengan mal dan gedung modern dibanding jejak kerajaan leluhur.
Tome Pires mungkin tidak pernah membayangkan, lima abad setelah ia menulisnya, Dayeuh Pakuan lebih sering dipuji dalam literatur asing ketimbang dikenang di negeri sendiri.