Koperasi Kelurahan Merah Putih di Kota Bogor: Harapan Besar, Tantangan Nyata
- Istimewa
Bogor –Delapan pekan sudah berlalu sejak peluncuran Koperasi Kelurahan Merah Putih (KKMP) secara nasional pada 21 Juli 2025, dan khusus di Kota Bogor pada 23 Juli oleh Wali Kota Bogor Dedi A. Rachim.
Program yang digadang-gadang sebagai tonggak kebangkitan ekonomi kerakyatan ini kini hadir di 68 kelurahan. Namun pertanyaan pun mencuat: apakah KKMP benar-benar sudah bergerak sesuai harapan?
Koperasi Merah Putih di Kelurahan Gudang, Kota Bogor.
- Istimewa
Di lapangan, geliat KKMP mulai terlihat. Sejumlah koperasi telah menggelar rapat anggota, menata administrasi, bahkan membuka unit usaha sederhana seperti gerai sembako dan simpan pinjam—khususnya bagi koperasi yang melanjutkan warisan koperasi kelurahan lama.
Tetapi sebagian besar lainnya masih tertatih. Jumlah anggota belum optimal, pengurus kewalahan membagi waktu, bahkan ada yang nyaris belum bergerak. Padahal, idealnya koperasi di tingkat desa dan kelurahan ini lahir dari basis potensi lokal: UMKM, peternakan, budidaya ikan, hingga komoditas unggulan seperti jambu yang banyak digarap warga.
Namun, keterbatasan modal kerap menjadi penghalang utama. Harapan besar akan turunnya bantuan modal pun tak semudah yang dibayangkan. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 49 Tahun 2025, pencairan pinjaman hanya bisa dilakukan jika koperasi memiliki proposal bisnis yang jelas—lengkap dengan rencana biaya, tahapan pencairan, dan skema pengembalian.
Dengan kata lain, ini bukan hibah, melainkan pinjaman yang harus dikembalikan. Artinya, koperasi wajib matang dalam menyusun Rencana Kerja dan Rencana Anggaran Pendapatan-Belanja (RK-RAPB). Untuk mendukung hal itu, Dekopinda Kota Bogor terus melakukan pendampingan melalui pelatihan informal, penyusunan panduan, hingga hadir dalam rapat anggota.
Encep Moh Ali Alhamidi, Pengurus Dekopinda Kota Bogor Divisi Kelembagaan, menegaskan penguatan kelembagaan menjadi kunci agar koperasi bisa bertahan dan berkembang.
“KKMP tidak boleh sekadar berdiri di atas kertas. Koperasi harus hidup dari partisipasi anggota dan dikelola secara profesional. Tanpa itu, akses modal sulit terbuka,” ujarnya.
Encep juga menyoroti tantangan terbesar koperasi di Bogor saat ini, yakni keterbatasan sumber daya manusia dan minimnya pemahaman pengurus soal manajemen usaha.
“Banyak pengurus yang semangat, tapi belum terbiasa membuat perencanaan bisnis yang detail. Inilah yang kami dorong melalui pendampingan. Kalau kelembagaan kuat, koperasi bisa jadi sekolah ekonomi rakyat yang nyata,” tambahnya.
Pemkot Bogor dan Dinas Koperasi pun menekankan pentingnya kepatuhan regulasi agar pintu pembiayaan bisa terbuka. Para pakar mengingatkan, kunci keberhasilan KKMP ada pada konsistensi pembinaan, transparansi, serta keterlibatan aktif warga.
Ke depan, masa depan KKMP sepenuhnya ditentukan oleh keseriusan pengelolaannya. Jika benar-benar dikelola dengan baik, Bogor bisa menjadi teladan nasional bahwa koperasi bukan sekadar papan nama, melainkan benar-benar hidup dan memberi manfaat nyata bagi warganya.
Namun harapannya, jangan sampai koperasi hanya dibentuk sekadar mengejar bantuan pemerintah yang kemudian menjadi bancakan pengurus. KKMP di Bogor diharapkan tumbuh sebagai “sekolah ekonomi rakyat” yang lahir dari, oleh, dan untuk masyarakat.