“Bank Syariah Hanya Ganti Label?” Kritik Tajam dari Perspektif Islam

Ilustrasi Bank Konvensional VS Bank Syariah
Sumber :
  • AI Generated / Dok. AI via Gemini

Bogor, VIVA Bogor – Keluhan ini sering terdengar di masyarakat: Bank syariah sama aja kayak bank konvensional, malah cicilannya lebih mahal. Jadi mending konvensional sekalian.”

Pernyataan ini lahir bukan tanpa alasan. Banyak nasabah kecewa karena merasa bank syariah hanya mengganti istilah bunga dengan “margin”, tetapi praktiknya tetap saja mirip. Lalu, bagaimana sebenarnya pandangan Islam?

 

Perbedaan di Atas Kertas

Secara prinsip, bank syariah berbeda. Bank konvensional beroperasi dengan bunga (interest) yang dalam Islam jelas termasuk riba.

Sedangkan bank syariah menggunakan akad: murabahah (jual beli), ijarah (sewa), atau mudharabah (bagi hasil).

Jadi di atas kertas, bank syariah sudah berbeda. Tapi di lapangan, masyarakat sering kesulitan melihat perbedaan itu.

 

Kritik Utama: “Hanya Ganti Nama?”

Banyak nasabah merasa:

  1. Angkanya tetap lebih tinggi,
  2. Prosedurnya ribet,
  3. Transparansi kurang jelas.

Akhirnya muncul persepsi bahwa syariah hanya “ganti label halal” tanpa ruh keadilan. Padahal, semangat syariah bukan sekadar bebas riba, tapi juga memudahkan umat.

Kalau akadnya syariah tapi rasanya sama dengan konvensional, wajar jika masyarakat bertanya: “Bedanya di mana?”

 

Beban Ada pada Bank Syariah

Masyarakat tidak sepenuhnya salah. Bank syariah memang harus lebih serius:

  1. Edukasi: jelaskan perbedaan bunga dan margin dengan bahasa sederhana.
  2. Transparansi: tunjukkan akad jelas, jangan bikin nasabah bingung.
  3. Keadilan: jangan sampai biaya lebih mahal hanya karena “berlabel syariah”.

Jika bank syariah hanya meniru konvensional, lalu di- rebranding dengan istilah Arab, maka esensi syariah hilang. Islam menolak “halal stempel”, tapi menuntut “halal substansi”.

 

Perspektif Islam: Murah vs Berkah

Memang benar, kadang cicilan syariah terlihat lebih mahal. Tapi Islam mengajarkan: halal lebih utama daripada murah.

“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah: 275)

Namun, halal tidak cukup hanya di akad. Harus ada rasa keadilan, transparansi, dan keberpihakan pada umat. Kalau tidak, masyarakat akan terus skeptis.

 

Jalan Tengah untuk Umat

  • Untuk masyarakat: jangan terjebak angka. Kalau mampu, pilih jalur halal meski sedikit lebih mahal. InsyaAllah berkah.
  • Untuk bank syariah: jangan puas dengan label. Jadikan layanan syariah benar-benar menghadirkan ruh keadilan, bukan sekadar nama.
  • Untuk regulator: dorong inovasi dan efisiensi, agar syariah bisa bersaing sehat dengan konvensional.

 

Kesimpulan

Kritik masyarakat bahwa “bank syariah sama saja” adalah alarm penting. Bank syariah harus membuktikan bahwa mereka bukan sekadar ganti nama, tapi benar-benar menawarkan solusi keuangan yang adil, transparan, dan menenangkan.

Karena pada akhirnya, syariah bukan sekadar soal akad di atas kertas, tapi soal keberkahan hidup umat. Wallaahu'alam.