Imbas Penyegelan KLH, 2.000 Lebih Pekerja Wisata di Puncak Dirumahkan
- Istimewa
Bogor, VIVABogor –Ribuan pekerja di kawasan wisata Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, terancam kehilangan mata pencaharian. Penyegelan sejumlah perusahaan wisata oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) membuat ribuan warga harus dirumahkan tanpa kepastian kerja.
Ketua Aliansi Masyarakat Bogor Selatan (AMBS), Muhsin, mengungkapkan bahwa lebih dari 2.000 pekerja terdampak langsung akibat kebijakan tersebut. Dari jumlah itu, sekitar 1.016 pekerja berasal dari kawasan Megamendung, sementara 1.300 lainnya terkena imbas penyegelan perusahaan wisata di kawasan Puncak.
“Kami meminta kepastian hukum dari Pak Menteri. Setiap hari jumlah pekerja yang dirumahkan terus bertambah,” ujar Muhsin, Senin, 6 Oktober 2025.
Muhsin menilai langkah Menteri KLH, Hanif Faisol, tidak konsisten. Ia menyebut pencabutan segel terhadap sembilan perusahaan di Puncak tidak diikuti dengan perlakuan yang sama bagi perusahaan lain. “Kalau sembilan sudah dicabut, yang lain juga harus. Kami hanya menuntut keadilan,” tegasnya.
AMBS berencana mengirim surat resmi kepada Presiden Prabowo Subianto untuk menyampaikan keresahan masyarakat yang kehilangan pekerjaan. “Jika tidak ada kepastian, kami siap menempuh jalur hukum dan mendatangi Komisi XII DPR RI,” tambahnya.
Anggota DPR RI Fraksi Gerindra, Mulyadi, ikut menyoroti kebijakan KLH tersebut. Ia menilai Menteri Hanif Faisol bertindak tanpa kajian mendalam dan tidak mempertimbangkan dampak ekonomi terhadap masyarakat.
“Saya menolak keras keputusan yang sewenang-wenang. Jangan sampai kebijakan menteri mencoreng nama baik Presiden Prabowo di mata rakyat kecil,” ujar Mulyadi.
Mulyadi menegaskan, sektor wisata merupakan sumber utama penghidupan warga Bogor Selatan. “Jangan bunuh mata pencaharian mereka. Wisata di sini bukan hanya memberi kerja, tapi juga menghidupi UMKM, pertanian, dan ekonomi lokal,” ucapnya.
Ia juga menyebut kebijakan KLH itu bertentangan dengan Asta Cita Presiden Prabowo, yang menargetkan penciptaan lapangan kerja luas bagi masyarakat. “Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Saat masa reses nanti, kami akan tinjau langsung ke lokasi,” kata legislator Dapil Bogor itu.
Salah satu pekerja terdampak, Rahmat Shaleh (30), yang bekerja di sebuah ekowisata di Megamendung, mengaku khawatir kehilangan pekerjaan yang menjadi sumber nafkah utama bagi keluarganya.
“Kami semua menggantungkan hidup dari sini. Mohon Pak Presiden Prabowo, tolong kami atas kebijakan Menteri KLH,” ujarnya dalam video yang viral di TikTok. Dalam unggahan videonya, Rahmat menyuarakan keresahan serupa dari ratusan warga lain yang nasibnya kini terkatung-katung. Tetangganya, Ismail (21), mengaku kehilangan penghasilan tetap setelah tempatnya bekerja terkena segel.
“Ekowisata ini membuka peluang kerja bagi warga lokal. Kami tidak perlu jauh-jauh ke kota untuk mencari pekerjaan,” tuturnya.
Kisah Rahmat dan Ismail menggambarkan bahwa kebijakan lingkungan tanpa solusi sosial justru dapat menghancurkan kehidupan warga yang menggantungkan harapan pada sektor wisata ramah lingkungan di Megamendung dan sekitarnya.