Tatap Muka dengan Dunia Baru: Sunda dalam Catatan Awal Bangsa Eropa

Dua pedagang Portugis dengan para kuli pembawa payung, 1596.
Sumber :
  • Rjiksmuseum

 

Orang Sunda di Mata Bangsa Eropa

Dalam dokumen "De Eerste Schipvaart der Nederlanders naar Oost-Indië onder Cornelis de Houtman", terdapat beberapa catatan yang menggambarkan masyarakat Sunda pada akhir abad ke-16, sebagaimana diamati oleh pelaut dan penulis Belanda dalam ekspedisi tahun 1596. Gambaran tersebut mencakup baik kalangan ningrat maupun rakyat biasa. Berikut rangkuman karakteristik mereka.

Dimulai dari kalangan ningrat dan pemerintahan yang para bangsawan dan pejabat tingginya digambarkan memiliki pemerintahan yang tertata dengan sistem musyawarah (raad of vergadering) termasuk melibatkan bangsawan senior. Termasuk soal-soal penting seperti militer juga diambil secara kolektif. Dicatat bahwa seorang raja dan gubernur duduk di tengah sebuah pertemuan yang dikelilingi para bangsawan terkemuka. Mereka mengambil keputusan berdasarkan suara dari yang paling tinggi derajatnya ke bawah. Lalu dijelaskan sebutan "300 Capiteynen" atau kepala pasukan, yang menunjukkan adanya struktur militer yang mapan dan tersentralisasi.

Dalam "De Eerste Schipvaart der Nederlanders naar Oost-Indië onder Cornelis de Houtman" dicatat bahwa di wilayah pedalaman Sunda, khususnya sekitar Bantam (Banten) dan kaki Gunung Besar, masyarakat petani hidup damai dan rajin. Mereka pendatang baru yang sebelumnya tinggal di Passaruan dan kemudian bermigrasi dengan izin dari raja Banten. Mereka digambarkan sebagai masyarakat yang sangat tenang, hidup dari pertanian, dan mengikuti ajaran Brahmana sebelum kedatangan Islam. Disebutkan bahwa mereka adalah vegetarian (“eten niet dat leven ghehadt heeft”), hidup hemat, dan menjalani kehidupan religius secara ketat.

Bangsa Sunda juga disebutkan kehidupan sosial kalangan atas memperlihatkan pola istirahat, makan, dan audiensi dengan rakyat atau bawahannya. Seorang bangsawan bisa menghabiskan waktu dengan istri atau selirnya sebelum menerima audiensi pada sore hari. Ketika bersidang, para pembesar duduk di tanah, menunjukkan adanya kesederhanaan dalam protokol atau upacara kenegaraan, meskipun tetap penuh wibawa.

Penulis Belanda sendiri menyebut masyarakat Sunda sebagai “seer goetvolck” (bangsa yang sangat baik), yang memberi kesan bahwa mereka melihat masyarakat ini sebagai orang-orang yang ramah, damai, dan terorganisir. Meskipun terjadi insiden politik dan konflik kecil (misalnya penahanan Cornelis de Houtman oleh penguasa lokal karena dianggap “terlalu banyak bicara”), kesan umum yang ditulis oleh orang Belanda tetap menunjukkan kekaguman terhadap struktur sosial dan budaya masyarakat Sunda.