Revitalisasi Perpusda Kota Bogor, Revolusi Minat Baca

Revitalisasi Perpusda Kota Bogor, Revolusi Minat Baca
Sumber :
  • Yuni Retnowati

Bogor, VIVA Bogor – Adanya revitalisasi Perpustakaan Daerah Kota Bogor merupakan harapan besar warga Bogor agar kehidupan literasi makin menemukan angin segar. Sebelum pandemi covid-19 menerpa, saya pernah mengadakan acara di Gedung Perpusda lama di tahun 2018. Di sana, selain menjadi pembicara bedah buku, saya juga sempat berbincang dengan Ibu Nurchasanah yang saat ini menjabat sebagai Kasi Pengelolaan dan Pengembangan Perpustakaan Umum Kota Bogor. Beliau bertutur tentang sulitnya mendapatkan jumlah yang signifikan dari warga Bogor yang mendaftarkan diri sebagai anggota perpustakaan daerah. 

 

Sudah pasti, upaya revitalisasi perpustakaan yang pembangunannya dimulai 17 Mei 2021 salah satunya bertujuan untuk meningkatkan pengunjung perpusda. Sebab di gedung lama, secara konstruksi, desain ruang, juga pencahayaan memang masih jauh kualitasnya. Dibangun di tanggal yang bertepatan dengan Hari Buku Nasional atau biasa disebut Harbuknas, menjadi doa tersendiri agar setelah selesai dibangun perpustakaan menjadi indikator kecintaan warga terhadap buku. 

 

Hari Buku Nasional yang diperingati sejak 17 Mei 2002, oleh Menteri Pendidikan yaitu Abdul Malik Fadjar disamakan dengan tanggal berdirinya Perpustakaan Nasional (Perpusnas), yaitu 17 Mei 1980. Dua hal yang menjadi alasan Malik Fadjar menetapkan Hari Buku Nasional yaitu karena saat itu minat bacadan literasi masyarakat Indonesia cukup rendah. Selain itu, tingkat pencetakan dan penjualan buku di Indonesia yang rendah juga membuat Malik Fadjar sedih. Dibandingkan Jepang yang mencetak 40 ribu buku, dan Tiongkok mencetak 140 ribu buku setiap tahunnya, Indonesia jauh di bawahnya. Setiap tahun hanya mencetak 18 ribu buku saja. 

 

Meski telah 22 tahun diperingati, dampak maksimal belum terasa. Pasalnya, data menunjukkan minat baca rakyat Indonesia masih di bawah negara lainnya. Dikutip dari Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) terkait data UNESCO, yang mengatakan bahwa minat baca rakyat Indonesia hanya 0,001 persen. Maksudnya, dari 1000 orang Indonesia, hanya ada 1 orang yang suka dan rajin membaca. Oleh karena itu, UNESCO memasukkan Indonesia sebagai peringkat kedua dalam nominasi negara paling rendah minat bacanya. Miris!