Kades Rengasjajar Soroti Dampak Penutupan Tambang: Ribuan Warga Terancam Kehilangan Mata Pencaharian

Kades Rengasjajar
Sumber :

Bogor, VIVA Bogor – Kepala Desa Rengasjajar, Kecamatan Cigudeg, Rusli, angkat bicara terkait kebijakan penutupan sementara tambang batu andesit oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Menurutnya, kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan krisis ekonomi bagi ribuan warga yang menggantungkan hidup dari sektor tambang.

Rusli tidak menampik adanya persoalan serius yang muncul akibat aktivitas tambang, termasuk tingginya angka kecelakaan lalu lintas. “Berdasarkan data laka lantas, lebih dari seratus orang meninggal dunia. Kami sangat prihatin,” ujarnya, Kamis, 02 Oktober 2025.

Namun demikian, ia menilai penutupan tambang juga menghadirkan risiko besar lainnya, yakni hilangnya mata pencaharian ribuan warga. “Ada ribuan nyawa masyarakat yang terdampak akibat ditutupnya tambang. Ada kuli rata, kuli pantek, sopir, kenek, hingga pengusaha lokal yang semua bergantung pada tambang,” jelasnya.

Di Desa Rengasjajar sendiri, tercatat terdapat delapan perusahaan tambang aktif dan legal yang menyumbang pajak serta menyerap tenaga kerja. Setidaknya 11.638 jiwa di desa tersebut bergantung pada sektor pertambangan dan perdagangan terkait.

Rusli menegaskan, jika penutupan tambang terus berlanjut, dampaknya akan merembet ke sektor pendidikan dan ekonomi keluarga. “Kalau kondisi ini berlanjut, orang tua akan lebih memilih biaya makan ketimbang ongkos sekolah anaknya. Akibatnya bisa terjadi putus sekolah,” ungkapnya.

Selain ekonomi, Rusli juga menyinggung persoalan infrastruktur jalan. Ia menyebut jalur Bunar–Rengasjajar–Bitung sejak lama dikenal sebagai Jalan Raya Sudamanik, yang sejak era 1980-an sebagian besar perbaikannya ditopang oleh perusahaan tambang PT Sudamanik. “Sejarah mencatat, perbaikan jalan ini banyak ditopang oleh perusahaan tambang, bukan hanya pemerintah,” katanya.

Rusli khawatir, jika kebijakan penutupan tambang tidak segera dievaluasi, status Desa Rengasjajar yang kini berpredikat sebagai desa maju bahkan desa mandiri bisa turun menjadi desa berkembang akibat anjloknya daya beli masyarakat. “Kalau daya beli turun drastis, kami khawatir juga akan berdampak pada meningkatnya kriminalitas di desa,” tegasnya.