Waspadai pola asuh yang salah! 6 kebiasaan orang tua ini bisa buat anak tumbuh narsistik (NPD) dan kehilangan jati diri

6 Pola Asuh yang Bisa Membuat Anak Tumbuh Narsistik
Sumber :
  • Istimewa : Press release

Bogor, VIVA Bogor –Tanpa disadari, niat baik orang tua untuk membuat anaknya sukses justru bisa berujung pada pembentukan kepribadian yang rapuh dan narsistik (NPD) saat dewasa. Seorang dokter dan Hipnoterapis, dr. Yuliana membeberkan setidaknya enam pola asuh yang berpotensi menjadi fondasi bagi anak untuk tumbuh menjadi individu yang sulit menerima kritik, selalu haus pengakuan, dan kehilangan identitas diri.

 

Fenomena ini menjadi perhatian serius, mengingat Narsistic Personality Disorder (NPD) dapat memengaruhi kualitas hidup seseorang dan hubungannya dengan orang lain. Berikut adalah rangkuman pola asuh yang harus dihindari:

Anak dituntut selalu sempurna, seolah cinta hanya bisa didapat lewat prestasi.

Prestasi anak dijadikan kebanggaan orang tua untuk citra keluarga, membuat anak tumbuh dengan harga diri rapuh.

Pujian berlebihan yang membuat anak merasa lebih istimewa dari orang lain hingga sulit menerima kritik.

Anak terbebani gengsi orang tua, hidup dalam ketakutan mengecewakan karena nilainya ditentukan pandangan publik.

Anak dijadikan alat untuk ambisi orang tua, dipaksa mewujudkan mimpi yang bukan miliknya. Pola ini disebut paling fatal karena merampas kebebasan dan arah hidup anak.

Anak tidak diajarkan mengelola emosi, hanya dipuji atau dimarahi soal hasil, sehingga tumbuh tanpa peka pada perasaan diri maupun orang lain.

 

Fondasi Narsistik Saat Dewasa dan Pesan Penting untuk Orang Tua

Kombinasi pola-pola asuh di atas secara akumulatif membentuk anak yang rapuh, sulit menerima kritik, dan selalu haus pengakuan. dr. Yuliana menegaskan bahwa inilah fondasi terkuat terbentuknya narsistik (NPD) saat dewasa.

"Kombinasi pola asuh ini membentuk anak yang rapuh, sulit menerima kritik, dan selalu haus pengakuan. Inilah fondasi terbentuknya narsistik (NPD) saat dewasa," ujar dr. Yuliana.

Ia juga memberikan pesan menohok bagi seluruh orang tua: "Anak bukan cermin orang tua atau alat membanggakan. Ia adalah manusia utuh yang berhak diterima apa adanya," tegas dr. Yuliana.

Pesan tersebut menjadi pengingat bahwa tujuan utama pengasuhan bukanlah mencetak anak yang sempurna di mata dunia, melainkan membentuk individu utuh yang memiliki harga diri sejati dan mampu mengelola emosinya dengan baik. Orang tua diimbau untuk mengevaluasi kembali cara mereka berinteraksi dan menilai anak.