Diduga Dampak Aktivitas Star Energy Geothermal, GMPB Desak Pemkab Bogor Bertindak
Bogor, VIVA Bogor β β Dugaan gempa yang terjadi pada Minggu (21/9/2025) dan diduga berkaitan dengan aktivitas Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Gunung Salak, kembali memunculkan polemik. Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Bogor (GMPB) mendesak Pemerintah Kabupaten Bogor untuk segera mengambil langkah tegas.
PLTP Gunung Salak yang dikelola Star Energy Geothermal tercatat sebagai salah satu proyek panas bumi terbesar kedua di dunia. Wilayah kerjanya mencakup tiga daerah, yakni Sukabumi, Kabupaten Bogor, dan Lebak. Namun, keberadaan proyek energi raksasa itu dinilai belum memberi manfaat signifikan bagi masyarakat sekitar, yang justru masih bergulat dengan kesulitan hidup.
Menurut data Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), wilayah kerja panas bumi (WKP) Star Energy mencapai 10.000 hektare, dengan 228,69 hektare di antaranya sudah dialokasikan untuk eksploitasi. Radius dampak pengeboran, baik saat masih dikelola Chevron maupun setelah beralih ke Star Energy, dinilai cukup luas. Sayangnya, data resmi mengenai dampak langsung dan terukur terhadap lingkungan maupun sosial belum pernah dipublikasikan secara transparan.
Ikbal Ramadhan, Ketua GMPB, menegaskan bahwa aktivitas Star Energy harus dikaji ulang secara menyeluruh.
βHal ini menjadi perhatian besar bagi kami sebagai mahasiswa yang berfungsi sebagai social control. Banyak yang harus dipertimbangkan dari aktivitas Star Energy Geothermal, khususnya bagi desa-desa terdampak namun tidak merasakan manfaatnya. Seperti Desa Purasari dan Desa Situ Udik yang berada di perbatasan Kecamatan Pamijahan, Cibungbulang, dan Leuwiliang. Pemerintah Kabupaten Bogor, khususnya Bupati Bogor Rudi Susmanto, harus memberikan perhatian serius atas ketidakadilan ini,β ujar Ikbal.
Ia juga menyoroti ketidakmerataan program Bantuan Pemerintah (BP). Bantuan tersebut hanya masuk ke 15 desa di Kecamatan Pamijahan, sementara desa lain yang jaraknya sama dekat dengan PLTP, seperti Purasari dan Situ Udik, tidak mendapatkan manfaat yang sama.
βKondisi ini jelas harus menjadi pertimbangan dalam kebijakan pemerintah daerah,β tambahnya.