Siapakah Ahlul Bait Nabi?
- Wikimedia
Bogor – Di dalam Islam, Ahlul Bait atau keluarga Nabi, memiliki kedudukan tersendiri disbanding dengan keluarga yang lain. Mereka adalah orang-orang pilihan Allah yang juga disucikan. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
وَقَرْنَ فِيْ بُيُوْتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْاُوْلٰى وَاَقِمْنَ الصَّلٰوةَ وَاٰتِيْنَ الزَّكٰوةَ وَاَطِعْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ ۗاِنَّمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ اَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيْرًاۚ
Tetaplah (tinggal) di rumah-rumahmu dan janganlah berhias (dan bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu. Tegakkanlah salat, tunaikanlah zakat, serta taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah hanya hendak menghilangkan dosa darimu, wahai ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya (Al-Ahzab [33]: 33).
Keluarga Rasulullah juga memiliki hak istimewa dalam menerima harta ghanimah (rampasan perang) dan fai (harta orang kafir yang didaptkan tanpa peperangan). Disebutkan dalam Al-Qur’an (Al-Anfal [8]: 41), mereka berhak menerima seperlimanya.
Selain itu, mereka juga diharamkan untuk menerima sedekah dan nasabnya akan terus tersambung hingga hari kiamat. Rasulullah bersabda:
إنا آلُ محمدٍ لا تحِلُّ لنا الصدَقَةُ وموالي القومِ منهم
Tidak halal sedekah atas kami, keluarga Muhammad, dan juga budak-budaknya yang telah merdeka (HR. Ahmad no. 15746).
ينقطِعُ يومَ القيامةِ كلُّ سَببٍ ونَسبٍ إلّا سببي ونَسَبي
Di hari kiamat semua sebab dan nasab terputuskecuali sebab dan nasabku (HR. Al-Bazzar no. 274).
Dengan segala keutamaan yang dimiliki keluarga Nabi, ummat Islam diharuskan bukan saja mencintai sosok beliau, tapi juga mencintai keluarganya.
Rasulullah bersabda:
أَحِبُّوا اللَّهَ لِمَا يَغْذُوكُمْ مِنْ نِعَمِهِ وَأَحِبُّونِي بِحُبِّ اللَّهِ وَأَحِبُّوا أَهْلَ بَيْتِي لِحُبِّ
Cintailah Allah sebab apa-apa yang Dia berikan padamu dari nikmat-Nya, cintailah aku karena kecintaan pada Allah, dan cintailah keluargaku karena kecintaan kepadaku (HR. At-Tirmizi no. 3789).
Mencintai Allah, Rasulullah, dan sekaligus keluarganya tidak bisa dipisahkan. Seorang muslim tidak bisa hanya memilih salah satu dari ketiganya, yang pada hakikatnya saling terhubung. Jika tidak mencintai keluarga Nabi, maka sama dengan tidak mencintai Nabi dan Allah.
Sementara ketidakcitaan pada Rasulullah adalah tanda-tanda orang munafiq. Ali ra. berkata:
وَالَّذِي فَلَقَ الْحَبَّةَ وَبَرَأَ النَّسَمَةَ إِنَّهُ لَعَهْدُ النَّبِيِّ الأُمِّيِّ صلى الله عليه وسلم إِلَىَّ أَنْ لاَ يُحِبَّنِي إِلاَّ مُؤْمِنٌ وَلاَ يُبْغِضَنِي إِلاَّ مُنَافِقٌ.
Demi zat yang membelah biji-bjian dan membuat sesuatu hidup, sesungguhnya Nabi telah berjanji padaku bahwa tidak ada yang mencintaiku kecuali orang yang beriman, dan tidak ada yang membenciku kecuali orang munafiq (HR. Muslim no. 78).
Siapa saja Ahlul Bait?
Mengenai siapa saja yang termasuk keluarga Nabi, para ulama berselisih pendapat. Ada di antara mereka berpendapat bahwa keluarga Nabi adalah mereka yang berasal dari kabilah Quraisy, tidak termasuk istri-istri beliau.
Sementara pendapat lain mengatakan, istri-istri beliau termasuk dalam keluarga Nabi. Sebagaimana Ibnu Katsir saat menafsirkan surat Al-Ahzab ayat 33 mengatakan, ayat ini jelas memasukkan istri-istri Nabi ke dalam Ahlu Bait, karena ayat ini turun untuk mereka.
Pendapat serupa dikemukakan sahabat Ibnu Abbas, dan Asy-Syaukani mengatakan sebagaimana dikutip Syaikh Wahbah Az-Zuhaili dalam kitab tafsirnya, ini adalah kebenaran, ayat ini turun untuk para istri Nabi, seperti maksud ahlul bait pada surat Hud adalah istri Nabi Ibrahim as.. Allah berfirman:
قَالُوْٓا اَتَعْجَبِيْنَ مِنْ اَمْرِ اللّٰهِ رَحْمَتُ اللّٰهِ وَبَرَكٰتُهٗ عَلَيْكُمْ اَهْلَ الْبَيْتِۗ اِنَّهٗ حَمِيْدٌ مَّجِيْدٌ
Mereka (para malaikat) berkata, “Apakah engkau merasa heran dengan ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat dan berkah Allah (yang) dicurahkan kepada kamu, wahai ahlulbait! Sesungguhnya Dia Maha Terpuji lagi Maha Mulia.” (HR. Hud [11]: 73).
Begitu juga dengan shalawat yang diajarkan Rasulullah pada para sahabat. Saat ditanya bagaimana cara bershalwat padanya, beliau menganjurkan untuk juga bershalawat pada istri-istri dan keturunannya:
قُولُوا اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ،
Katakanlah, ya Allah limpahkanlah shalawat untuk Muhammad, istri-istrinya, dan juga anak keturunannya sebagaimana Engkau limpahkan shalawat pada keluarga Ibrahim (HR. Bukari no. 6360).
Sementara itu, Allah juga memposisikan istri-istri Nabi seperti ibu orang-orang mukmin. Oleh karena itu, siapa saja tidak dihalalkan menikahi mereka setelah kepergian beliau. Allah berfirman:
اَلنَّبِيُّ اَوْلٰى بِالْمُؤْمِنِيْنَ مِنْ اَنْفُسِهِمْ وَاَزْوَاجُهٗٓ اُمَّهٰتُهُمْ
Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dibandingkan diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka (QS. Al-Ahzab [33]: 6).
Singkatnya, ulama menyimpulkan bahwa selain anak-anak cucu Nabi yang termasuk Ahlul Bait, termasuk juga istri-istri beliau, Bani Hasyim, Bani Abdul Muthalib, juga para budak keluarga mereka yang dimerdekakan.
Wallahu a’lam bi ash-shawab.