Bogor Darurat Sampah! DLH dan Eco-Technopark UIKA Sinergi Cari Solusi

Bogor Darurat Sampah DLH dan Eco-Technopark UIKA Sinergi Cari Solusi
Sumber :
  • Istimewa

Bogor, VIVA Bogor– Kota Bogor kini menghadapi krisis sampah yang kian mengkhawatirkan. Setiap hari, volume sampah mencapai 700 ton, namun hanya 550 ton yang bisa diangkut ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Galuga. Sisanya, sekitar 150 ton per hari, masih menjadi pekerjaan rumah besar yang belum tertangani tuntas. Masalah ini sejatinya bukan hanya milik Kota Bogor, melainkan bagian dari problem global.

Laporan Bank Dunia (2018) mencatat timbulan sampah dunia telah mencapai 2,01 miliar ton per tahun. Angka ini bahkan diperkirakan melonjak menjadi 3,4 miliar ton pada 2050 bila tidak ada intervensi serius. Sampah plastik menjadi sorotan utama karena sulit terurai dan sebagian besar berakhir mencemari darat maupun laut. Indonesia termasuk negara dengan timbulan sampah yang besar.

Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian LHK tahun 2024 menunjukkan volume sampah nasional mencapai 32,86 juta ton per tahun. Dari jumlah itu, hanya 13,36 persen berhasil dikurangi dan 46,57 persen ditangani. Artinya, masih ada sekitar 40 persen yang tercecer tanpa penanganan memadai.

Pemerintah menargetkan pengurangan sampah 30 persen dan penanganan 70 persen pada 2025 melalui Kebijakan dan Strategi Nasional (Jakstranas). Namun, target ini jelas menuntut kerja keras, terutama di tingkat kota.

Kota Bogor Hanya Mampu Angkut 550 Ton Sehari

Kepala Bidang Tata Lingkungan DLH Kota Bogor, Setiawati, S.Hut, M.Si., mengungkapkan kondisi terkini di lapangan.

“Volume sampah Kota Bogor mencapai 700 ton per hari. Dari jumlah itu, hanya 550 ton yang bisa diangkut ke TPA Galuga. Masih ada 150 ton per hari yang harus ditangani dengan cara lain. Saat ini, 30 ton diolah di TPS3R dan 3 ton di Bank Sampah. Sisanya, 127 ton per hari, masih belum tertangani,” jelasnya.

Menurut Setiawati, pengalaman panjang DLH Kota Bogor menunjukkan bahwa pemilahan sampah sejak dari sumbernya adalah faktor kunci.

“Kalau sampah tidak dipisahkan dari rumah tangga, maka pengolahan di tahap selanjutnya akan jauh lebih sulit. Pemilahan di sumber sangat menentukan,” tegasnya.

Pendapat ini diamini oleh Dr. Rimun Wibowo, dosen Ilmu Lingkungan sekaligus Pakar Pemberdayaan Masyarakat Eco-Technopark UIKA. Ia menegaskan bahwa masalah sampah tidak bisa dipandang semata sebagai isu teknis.

“Sampah itu persoalan sosial, ekonomi, bahkan budaya. Karena itu, penyelesaiannya harus dengan edukasi dan pemberdayaan masyarakat,” ujarnya.

Rimun mencontohkan Jepang sebagai negara yang berhasil mengelola sampah dengan baik.

“Di Jepang, pemisahan sampah sudah berlembaga sejak di rumah tangga. Jadi ketika sampai ke tahap pengolahan, prosesnya jauh lebih mudah dan efisien,” tambahnya.

DLH Kota Bogor kini menyiapkan program percontohan 30 RT bebas sampah di enam kecamatan. Program ini diharapkan menjadi langkah awal dalam membangun budaya baru pengelolaan sampah berbasis masyarakat.

“Upaya teknis tanpa melibatkan masyarakat tidak akan cukup. Kami berharap program 30 RT bebas sampah ini bisa jadi contoh bahwa perubahan nyata dimulai dari lingkungan terkecil,” kata Setiawati.

Eco-Technopark UIKA Siap Berkolaborasi

 

Bogor Darurat Sampah DLH dan Eco-Technopark UIKA Sinergi Cari Solusi

Photo :
  • Istimewa

 

Dalam pertemuan dengan DLH Kota Bogor pada Kamis, 2 Oktober 2025, Koordinator Peneliti Eco-Technopark UIKA, Dr. Budi Susetyo menyatakan kesiapannya untuk mendukung Pemerintah Kota Bogor, mengatasi permasalahan sampah.

“Strategi pengelolaan sampah berbasis Eco-Technopark skala TPS3R adalah konsep yang mengintegrasikan teknologi, sosial, ekonomi, dan kebijakan dalam satu sistem inovasi,” jelas Budi Susetyo.

Menurutnya, model ini sudah terbukti di negara maju untuk mendukung ekonomi sirkular, meski di Indonesia masih relatif baru. Lebih lanjut Rimun menambahkan, kampus memiliki tanggung jawab moral untuk menghadirkan solusi nyata.

“UIKA melalui Eco-Technopark siap bekerja sama dengan pemerintah dan masyarakat. Kami ingin mendorong terciptanya ekosistem pengelolaan sampah yang bukan hanya mengurangi timbulan, tapi juga memberi nilai tambah ekonomi dan membentuk budaya baru yang lebih ramah lingkungan,” tuturnya.

Kolaborasi DLH Kota Bogor dengan UIKA melalui Eco-Technopark menjadi harapan baru. Dengan pendekatan kolaboratif dan inovasi, kota ini berpeluang menjadi contoh bagaimana masalah sampah dapat ditangani secara berkelanjutan. Seperti disampaikan Setiawati, “Kalau tidak ada pemilahan dari sumber, masalah tidak akan selesai.”

Sementara Rimun menegaskan, “Persoalan sampah bukan hanya teknis, tapi soal mengubah perilaku dan budaya. Itu butuh edukasi, konsistensi, dan kerja sama semua pihak.”

Jika program ini berhasil, Kota Bogor bisa menjadi inspirasi bagi kota-kota lain di Indonesia yang juga tengah berjuang keluar dari krisis sampah.