Menapaki Gerbang Waktu di Istana Kepresidenan Bogor

Istana Kepresidenan Bogor
Sumber :
  • presidenri.go.id

Setahun kemudian, ia memerintahkan pembangunan sebuah pesanggrahan bergaya Eropa yang diberi nama Buitenzorg, artinya "bebas dari kesulitan". Desainnya terinspirasi dari Blenheim Palace di Inggris. Walaupun bangunannya belum selesai saat masa jabatannya berakhir, fondasi sejarah Istana Bogor sudah tertanam.

Perjalanan istana ini tidak selalu mulus. Pemberontakan Banten (1750–1754) sempat menghancurkannya, lalu bencana gempa besar tahun 1834 kembali merobohkan sebagian bangunan. Namun, setiap kali rusak, istana selalu diperbaiki dan diperluas.

Transformasi besar terjadi di bawah Gubernur Jenderal Baron van der Capellen, yang juga mendirikan Kebun Raya Bogor pada 1817. Pada 1870, Buitenzorg resmi dijadikan kediaman para gubernur jenderal Belanda hingga akhirnya diserahkan kepada Jepang pada masa pendudukan.

Setelah Indonesia merdeka, pada Januari 1950, istana ini resmi menjadi milik Republik Indonesia dan berganti nama menjadi Istana Kepresidenan Bogor.

Saksi Sejarah Indonesia

Di balik keanggunan Istana Bogor, tersimpan jejak-jejak peristiwa yang mengubah arah bangsa. Pada penghujung tahun 1954, dinding-dinding istana menjadi saksi Konferensi Lima Negara, sebuah langkah awal yang kelak melahirkan Konferensi Asia Afrika, momen monumental yang menggema hingga dunia internasional.

Beberapa tahun berselang, tepatnya pada 11 Maret 1966, suasana istana kembali memanas ketika Supersemar ditandatangani; sebuah surat perintah yang menjadi penanda peralihan kekuasaan dan titik balik dalam sejarah politik Indonesia. Tak berhenti di sana, pada 1988, ruang-ruang megah istana dipenuhi percakapan diplomasi saat Jakarta Informal Meeting berlangsung untuk mencari jalan damai atas konflik Kamboja.