Ibu dan Lelah Yang Sering Disimpan : Potensi Mental Illness Yang Tak Boleh Diremehkan
- Yuni Retnowati
Bogor, Vivabogor – Menjadi seorang ibu adalah dambaan seorang wanita. Mempunyai buah hati yang lahir dari perjuangan kurang lebih mengandung 9 bulan adalah kebahagiaan tersendiri walau kelelahan yang menerpa amat luar biasa, apalagi jika saat hamil, melahirkan, dan merawat anak seolah dunia bebankan pada wanita saja, termasuk pekerjaan rumah tangga. Sehingga kelelahan fisik itu akhirnya berubah menjadi kelelahan mental.
Ibu yang merasa lelah secara mental mungkin mengalami mom burnout atau parental burnout, yaitu kelelahan fisik dan mental ekstrem akibat tekanan mengurus anak dan rumah tangga juga tekanan ekonomi. Hal ini ditandai dengan sang ibu yang mudah marah, merasa tidak kompeten, merasa tidak berarti, kehilangan motivasi, kehilangan mimpi, dan gangguan tidur berlebih. Jika hal-hal ini berlangsung lama, bukan tidak mungkin akan menimbulkan mental illness yang akan berdampak pada anak dan keluarga.
Sebagaimana belum lama ini publik digemparkan dengan dibunuhnya dua orang anak di Bandung oleh seorang ibu yang pada akhirnya ibu ini juga membunuh dirinya sendiri. Dan masih banyak lagi kejadian hampir serupa yang patut kita berikan perhatian untuk segera mencari solusinya. Atau kita akan melihat para ibu burnout tumbang sebelum menyelesaikan misi mulianya. Lalu apa saja yang bisa dilakukan untuk menanggulangi mental illness yang dialami ibu yang over burnout ini?
1. Sadari bahwa ujian hidup adalah tanda Allah sayang pada hambanya.
Mengapa manusia diuji? Tentu saja banyak sekali hikmah ujian yang diberikan Allah pada kita. Allah ingin menguji keimanan, meningkatkan derajat, menghapus dosa, memunculkan potensi diri agar kita terus mencari solusi hidup, dan sebagai bentuk kasih sayang-Nya agar manusia kembali kepada-Nya. Ujian tersebut bukan sebagai hukuman, melainkan sarana untuk membersihkan jiwa, melatih kesabaran, dan mempersiapkan hamba untuk menerima balasan yang setara dengan tingginya cobaan yang diberikan. Dalam QS. Al Baqarah ayat 155 Allah berfirman, "Kami pasti akan mengujimu dengan sedikit ketakutan dan kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Sampaikanlah (wahai Nabi Muhammad,) kabar gembira kepada orang-orang sabar."
2. Yakinlah bahwa ujian yang diberikan Allah tidak akan melebihi kesanggupan kita.
Dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 286, yang berbunyi, "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya" (Q.S. Al-Baqarah: 286). Ayat ini menjelaskan bahwa setiap ujian yang diberikan Allah kepada manusia selalu sesuai dengan batas kemampuan manusia itu sendiri. Batas kemampuan di sini bukanlah batas kemampuan minimal, tapi kapasitas maksimal kita, sebagimana banyak mufassir menjelaskan ayat ini. Sebagai contoh pada Perang Uhud para sahabat tetap memenuhi seruan Allah untuk mengejar orang-orang musyrik. Usaid bin Hudhair r.a. berkata, “سمعاً وطاعة لله ولرسوله”. Ia langsung menyiapkan senjatanya, padahal ia baru saja mengobati tujuh buah luka yang bersarang di tubuhnya. Bahkan dalam peperangan “Hamra Al-Asad”, empat puluh orang sahabat masih tetap keluar ikut berperang meski mereka masih dalam keadaan terluka. Di antara mereka adalah Thufail bin Nu’man dengan 13 luka di tubuhnya dan Kharrasy bin As-Simmah dengan 10 luka di tubuhnya. Itulah batas kemampuan yang dikehendaki Allah dan Rosulnya.
3. Yakinlah bahwa Allah selalu membersamai kita setiap saat.
Dalam penggalan At Taubah ayat 40 Allah berfirman, "Laa Tahzan Inallaha Ma'ana.." yang artinya janganlah bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita. Allah hadir di setiap situasi, mendengarkan doa, dan memberikan kekuatan kepada mereka yang berserah diri kepada-Nya. Dengan meyakini ini maka kita akan tenang dalam menjalani ujian apa pun.
4. Percayalah bahwa setiap anak yang Allah titipkan pada kita adalah investasi akhirat yang tak ternilai.
Tidak semua orang memutuskan memiliki anak. Kita tahu di luar sana banyak pasangan yang memutuskan child free bahkan ada yang tidak menganggap bahwa pernikahan itu penting. Dan tidak semua yang memutuskan memiliki anak akan diberi oleh Allah. Maka, bagi jiwa-jiwa lembut ibu yang dititipkan pada rahimnya seorang anak, memiliki keistimewaan jika ia merawat amanah Allah tersebut sesuai yang Allah syariatkan yaitu pahala di sisi Allah.
5. Komunikasikan selalu kesulitan-kesulitan dalam merawat anak dan melakukan pekerjaan rumah tangga kepada orang terdekat terutama suami.
Jika ibu merasa lelah, sebaiknya ibu mengkomunikasikan hal ini kepada pasangan hidupnya karena kepadanyalah hendaknya segala hal tentang rumah tangga saling dipikul bersama termasuk perencanaan hingga pelaksanaannya.
6. Carilah komunitas pergaulan yang memberikan dampak positif
Memiliki teman yang baik adalah sebuah anugrah sebagaimana hadits Rosulullah, "Agama Seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 927)
7. Jika seorang ibu merasa perasaan tertekan itu begitu berat, disarankan untuk menghubungi psikolog/psikiater untuk membantu
Bantuan profesional seperti psikolog/psikiater dibutuhkan untuk mendeteksi gejala-gejala mental illness yang terjadi agar bisa diarahkan terhadap langkah apa yang harus diambil.
Semoga para ibu senantiasa diberikan kesabaran menjalankan peran mulianya dan menjadikan lelahnya menjadi lillah (karena Allah) semata.